Rabu, 24 Desember 2014
Selasa, 02 Desember 2014
Kamis, 27 November 2014
Senin, 17 November 2014
Kamis, 14 Agustus 2014
Minggu, 23 Maret 2014
cerita dewasa: Ayah dan Tiga Anak Gadisnya
cerita dewasa: Ayah dan Tiga Anak Gadisnya
Aku dan istriku tak pernah memiliki apa yang anda biasa sebut dengan kehidupan seks yang menarik. Saat kami melakukan seks, biasanya hanya dalam posisi yang wajar saja. Irama kehidupan seks kami yang boleh kukatakan membosankan itulah, aku mulai berfantasi tentang ‘hal dan orang lain’. Untuk bahan fantasiku, aku membiasakan menonton film porno di malam hari setelah semua orang di rumah tidur.
Yang mengejutkanku, kebanyakan film porno itu selalu melibatkan seorang gadis muda. Dalam usia kepala tiga, aku tak pernah memikirkan wanita yang lebih muda sampai aku menyaksikan film-film itu. Aku sadar kalau ternyata gadis-gadis muda sangatlah panas.
Hal lain yang menarik perhatianku adalah kenyataan kalau permainan lesbian sangat populer. Aku mulai tertarik dengan gadis muda yang mencumbui vagina gadis muda lainnya yang lembut, basah, dan biasanya tak berambut.
Melihat film-film itu untuk berfantasi mulai mengubah kehidupanku. Aku mempunyai tiga orang anak gadis yang beranjak remaja. Aku mulai memperhatikan mereka, kulihat cara mereka berpakaian, cara jalannya, dan segala tingkah laku mereka. Mereka menjadi obsesiku sendiri! Kuamati lebih detil saat mereka bangun pagi untuk melihat putingnya yang mengeras di balik pakaian tidur mereka. Kunikmati puting mereka yang terayun saat mereka berjalan-jalan dalam rumah. Aku terus mengamati mereka sampai semuanya beranjak menjadi seorang gadis muda yang sempurna.
Yang tertua adalah Irma. Dia mempunyai puting yang paling besar, branya mungkin D-cup atau lebih besar. Dia sesungguhnya tak terlalu cantik, tapi enak dipandang. Aku yakin teman-teman cowoknya banyak yang memperhatikan dadanya. Irma juga mempunya pantat yang kencang dan besar. Tapi meskipun dia yang paling tua di antara saudara-saudaranya, dia sering bertingkah seperti gadis berusia separuh umurnya.
Yang paling muda Tia. Tia mungkin yang paling cantik di antara ketiganya. Masalahnya adalah dia pemalas, hanya duduk dan tak mengerjakan apa pun sepanjang waktu. Jadi pantatnya menjadi melebar..? Putingnya baru mulai tumbuh. Dan di samping itu dia tomboy, aku jadi mempertanyakan jenis kelaminnya. Dia lebih suka berada di antara cowok daripada cewek.
Eva yang di tengah, di antara anak-anakku, bentuk tubuhnya lah yang terbagus. Bagiku, dia mempunyai tubuh dalam fantasiku. Dia memiliki tubuh yang sempurna dengan bra B-cupnya, atau C-cup kecil. Rambutnya yang panjang hingga melewati bahunya, dan matanya selalu nampak mempesona. Masalahnya dia yang paling bandel. Selalu membuat masalah. Dia juga sadar kalau dia punya tubuh yang bagus dan selalu memakai pakaian yang memperlihatkan hal itu. Di antara anak-anakku, Eva lah yang jadi bahan fantasi utamaku. Setiap kali aku menyetubuhi istriku, Eva lah yang ada dalam benakku!
Kisah ini bermula dengan Irma dan temannya Cindy. Cindy setahun lebih muda, tapi mereka sangat akrab. Cindy selalu menginap di rumah kami setidaknya sekali sebulan. Cindy sangat kurus, dadanya kecil, tapi sangat manis.
Suatu malam saat Cindy menginap, aku mulai melihat film porno seperti biasa. Suaranya kumatikan jadi aku dapat mendengar kalau ada orang yang mendekat. Lagipula aku dengar suara berisik dari kamar Irma. Kupikir mereka sedang sibuk dengan urusan gadis remaja dan begadang sampai pagi ngomongin tentang cowok dan sekolah, atau apapun yang menjadi urusan gadis seusia mereka. Entah bagaimana suara yang kudengar tak lagi seperti orang yang sedang ngobrol. Kadang kudengar suara erangan.. Yang lama-lama cukup keras juga.
Aku mendekat ke pintu kamar Irma dan lebih mendengarkan apa yang tengah terjadi. Dan benar! Itu suara erangan dan cukup berisik! Kalau saja pintunya tak tertutup pasti kedengaran sampai luar dengan jelas. Lalu aku dengar teriakan kenikmatan.
Kudorong pintunya sedikit terbuka. Apa yang kulihat didalam sangat mengejutkanku. Cindy dan Irma berbaring di lantai dengan Tia diantara mereka. Kepala Cindy berada diantara paha Irma dan kepala Tia ada di sela paha Irma..
Setelah mataku dapat menyesuaikan dengan kegelapan kamar itu, kulihat dada Irma bergerak naik turun dengan cepat karena nafasnya. Putingnya ternyata lebih besar dari yang kubayangkan. Tangannya memelintir putingnya sendiri saat Cindy menjilati kelentitnya dan dua jarinya yang terbenam pada vagina Irma. Mata Irma terpejam dalam kenikmatan yang diberikan Cindy.
Aku terus memperhatikan mereka hingga paha Irma mencengkeram kepala Cindy dan terlihat sepertinya dia akan ‘memecahkan’ putingnya sendiri saat dia mendapatkan orgasmenya pada wajah Cindy. Kelihatannya Cindy juga telah orgasme dalam waktu yang sama, karena dia mengangkatkan kepalanya dari paha Irma dengan cairan vagina yang menetes jatuh di pipinya seiring dengan tubuhnya yang mengejang dan kudengar sebuah umpatan keluar dari bibirnya. Aku terkejut mundur saat kurasakan ada tubuh yang menekan punggungku. Saat kutengok, kulihat Eva sedang berdiri di depanku. Eva memandangku dengan mata indahnya dan bertanya..
“Apa Papa menikmatinya?” lalu dia melihat ke bawah dan meremas penisku yang sudah keras.
“Tak perlu dijawab, aku bisa lihat dan rasa Papa menikmatinya.”
“Kenapa Papa tak lepas saja celana Papa dan bergabung dengan kami?” tanyanya bersamaan dengan tangannya yang bergerak masuk dalam celanaku dan mulai meremas penisku dengan pelan.
Dan sepertinya aku tak menginginkan hal lain selain ikut bergabung dengan anak-anakku, tapi..
“Papa nggak bisa, Mama kalian akan membunuh Papa.” Aku dengar suara Irma saat aku mulai menjauhi mereka.
“Papa nggak tahu apa yang Papa lewatkan!”
Sedihnya, aku tahu apa yang telah kulewatkan. Aku telah melewatkan kesempatan untuk mendapatkan tak hanya satu, tapi empat gadis muda yang panas. Fantasiku hampir saja jadi nyata.
Aku pergi ke kamarku dan berbaring disamping isteriku. Biasanya saat aku dan isteriku melakukan hubungan seks terasa hambar. Kali ini saat aku merangkak ke atas tubuhnya, kusetubuhi dia dengan keras dan cepat. Aku keluar dalam beberapa menit saja, baru saja kukeluarkan penisku..
“Bagaimana denganku?” kudengar isteriku bertanya dan memegang penisku yang masih keras.
Dia bergerak naik di atasku dan segera memasukkan kembali penisku dalam vaginanya. Ini pertama kalinya dia berinisiatif. Dan kupikir ini juga pertama kalinya dia di atas. Isteriku bergerak naik turun dan dapat kurasakan tangannya yang mempermainkan kelentitnya saat dia bergerak diatasku.
Melihat isteriku yang berusaha meraih orgasmenya membuatku terangsang kembali. Kuremas payudarnya, kubayangkan yang berada dalam genggamanku adalah milik Irma. Kupelintir putingnya diantara jariku, keras dan lebih keras lagi, tak mungkin menghentikan aku. Dia menggelinjang kegelian, tangannya semakin menekan kelentitnya. Ini pertama kalinya kurasakan cairan vagina isteriku menyemprot padaku. Orgasmenya kali ini terhebat dari yang pernah didapatkannya. Aku jadi berpikir apa dia benar-benar puas dengan kehidupan seks kami sebelumnya.
Isteriku mulai melemah. Aku belum keluar kali ini, jadi kugulingkan tubuhnya kesamping dan segera menindihnya. Langsung kuhisap putingnya dengan bernafsu. Kusetubuhi dia dengan kekuatan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku mulai merasakan orgasmeku akan segera meledak. Saat puncakku semakin dekat, kugigit putingnya sedikit lebih keras, yang membawanya pada orgasmenya. Dan saat kurasakan dinding vaginanya berkontraksi pada penisku, kutembakkan spermaku jauh didalam tubuhnya untuk kedua kalinya dalam tiga puluh menit ini. Kuturunkan tubuhku dari atasnya.
“Tadi sungguh hebat” kata isteriku.
“Seharusnya kamu lebih sering seperti tadi.”
Saat aku bangun keesokan harinya, isteriku sudah tak ada di sampingku. Tiba-tiba kejadian tadi malam kembali terbayang. Kupejamkan mataku menikmatinya dan tanganku bergerak kebawah mulai mengocok penisku yang mengeras. Aku hampir saja mendapatkan orgasmeku saat kudengar..
“Kenapa Papa tak membiarkan kami saja yang melakukan untuk Papa?”
Kubuka mataku segera dan terkejut saat melihat Irma dan Cindy berdiri di pintu kamarku. Orgasmeku tak dapat kucegah seiring dengan bayangan wajah Cindy yang belepotan dengan cairannya Irma yang melintas di benakku.
“Ups, terlambat!” kata Irma saat mereka meninggalkan kamar.
Aku langsung bangkit dan segera mandi. Aku hampir selesai mandi saat tiba-tiba isteriku membuka pintu kamar mandi dan menyelinap masuk.
“Anak-anak sudah pergi. Ayo bersenang-senang.”
Isteriku berjongkok di depanku dan memasukkan penisku yang masih loyo ke mulutnya. Penisku mulai membesar dalam mulutnya karena rangsangan lidahnya yang bergerak liar. Penisku makin membesar dan kurasakan kepala penisku meluncur masuk ke tenggorokannya. Dia tak menariknya keluar dan bibirnya semakin ditekankan ke rambut kemaluanku. Lalu kurasakan dia mulai menelan, gerakan tenggorokannya serasa ombak hangat yang basah pada penisku. Dan hal ini pertama kalinya bagi kami juga. Rasanya sungguh dahsyat, sesuatu yang belum pernah kualami. Isteriku mempunyai keahlian yang disembunyikan dariku.
Pelan-pelan dikeluarkannya penisku dari tenggorokannya lalu dimasukkannya lagi seluruhnya. Dia menatapku dengan penisku yang terkubur dalam mulutnya dan dengan pelan dikeluarkannya lagi.
“Kamu menyukainya sayang?” tanyanya.
Sebelum aku dapat menjawabnya dia melakukan hal itu lagi, menelanku seluruhnya. Dia mulai menggerakkanya keluar masuk dalam mulutnya, dan tetap memandangku saat dia melakukan itu. Isteriku mulai menaikkan temponya hingga aku tak dapat menahannya lebih lama lagi saat tiba-tiba dia berhenti..
“Hei, hei, tunggu dulu bung. Belum waktunya. Lubangku yang lain perlu dimasuki, tahu.” katanya.
Isteriku berdiri dan berputar. Dia membungkuk di depanku, merapatkan pantatnya padaku. Penisku terjepit di lubang anusnya maka kuarahkan pada vaginanya.
“Siapa suruh mengalihkan senjatamu?” tanyanya.
“Kembalikan ke tempat semula!”
Dia meraihnya dan lalu mengembalikan penisku ke anusnya, sesuatu yang pernah kulakukan sebelumnya, tapi tidak dengannya. Pelan-pelan dia mendorong pantatnya ke belakang. Kulihat barangku jadi bengkok karena tekanan itu, kepala penisku mulai membelah lubang anusnya, tapi belum masuk. Kemudian tiba-tiba masuk begitu saja, hanya kepalanya saja.
Dia mengerang. Lalu, dia terus menekan ke belakang dan memperhatikan aku memasukkan batang penisku seluruhnya. Aku tak dapat menolak rangsangan ini, kuraih pinggangnya dan mendorong lebih keras lagi untuk memastikan aku telah memasukinya seutuhnya. Kuputar pinggangku, memastikan dia dapat merasakan setiap mili senjataku didalamnya, aku terpukau akan pemandangan penisku yang terkubur dalam lubang anusnya. Lalu perlahan aku bergerak mundur.
Saat hampir seluruhnya keluar kemudian kutekan lagi ke depan. Berikutnya aku benar-benar keluarkan penisku dan menggodanya, mengoleskan kepalanya saja pada lubang anusnya. Lalu benar-benar kusingkirkan menjauh dan melesakkan batang penisku kembali kedalam lubang anusnya. Aku bergerak maju mundur dengan cepat. Pelan, cepat, pelan dan keras. Tak terlalu lama orgasmeku mulai naik. Dia pasti dapat merasakannya karena dia mulai memainkan tangannya pada vaginanya, berusaha untuk meraih orgasmenya sendiri. Untung saja dia mendapatkannya sebelum aku.
Saat kurasakan orgasmenya segera meledak, aku bergerak semakin liar. Pantatnya bergoyang dalam setiap hentakan. Dia mulai mengerang dengan keras seiring hentakanku terhadapnya. Tak kuhentikan gerakanku saat orgasme merengkuhnya, milikku segera datang! Kudorong diriku sejauh yang kubisa dan membiarkan spermaku bersarang dalam lubang anusnya. Isteriku berteriak saat orgasme datang padanya secara berkesinambungan seiring ledakan spermaku yang kuberikan padanya. Akhirnya, aku selesai, tapi dia mendapatkan orgasme sekali lagi saat kepala penisku keluar dari jepitan lubang anusnya.
Isteriku membersihkan tubuhku lalu mendorongku keluar dari kamar mandi. Aku melangkah ke kamar kami dan berganti pakaian. Baru saja aku selesai memakai pakaian saat isteriku keluar dari kamar mandi dan muncul dalam kamar.
“Tadi benar-benar indah” katanya.
“Mungkin kita harus mengulanginya lagi nanti. Sekarang keluarlah dan nonton TV.”
Anak-anakku, tanpa Cindy pulang tak lama kemudian. Semuanya bertingkah normal. Aku lihat pertandingan bola, dan mereka melakukan apa yang biasa mereka kerjakan di hari Minggu sore.
Sisa seminggu itu normal-normal saja. Gadis-gadis pergi ke sekolah dan Isteriku pergi kerja seperti biasanya. Tak ada seorangpun yang bicara atau menanyakan tentang kejadian minggu lalu. Isteriku terlalu letih tiap malamnya sepulang dia kerja. Anak-anakku juga bersikap seperti tak pernah terjadi apapun. Aku jadi mulai berpikir apakah itu hanya khayalanku atau aku bermimpi tentang itu?
Saat aku pulang kerja di hari Jum’at, anak-anaku meminta ijinku apa temannya boleh menginap nanti malam. Cindy ingin meghabiskan kembali akhir minggunya bersama kami dan Eva ingin temannya Ami bermalam juga. Aku suka Ami. Dia anggun. Kalau saja aku masih remaja, aku pasti akan mengajaknya kencan. Dia, seperti Eva, memiliki sosok sempurna. Bedanya Ami memiliki wajah yang dapat membuatnya dengan mudah jadi seorang model kalau dia mau.
Malam harinya semuanya pergi tidur lebih awal. Mereka benar-benar ingin lepas dari rutinitas hariannya, baik itu sekolah atau kerja. Saat kami bangun hari Sabtunya, semua orang memintaku untuk mengadakan pesta kebun. Maka, isteriku maengajak mereka semua pergi ke toko untuk belanja. Aku beristirahat sejenak kemudian pergi mandi. Ada kerjaan menungguku saat mereka pulang nanti.
Saat mereka akhirnya pulang, sepertinya mereka memborong semua barang-barang di toko. Aku bilang pada mereka kalau hanya aku saja yang memasak pasti tak akan selesai. Bisa kacau jadinya. Akhirnya mereka bersedia berbagi tugas. Dengan semua belanjaan yang mereka borong, memerlukan hampir dua jam untuk memasaknya. Badanku bau asap dan terasa sangat letih. Saat aku masuk kedalam rumah, tak ada seorangpun di ruang keluarga ataupun dapur.
“Hey! Dimana kalian?” teriakku, “Saatnya makan!”
“Ya!” kudengar jawaban dari kamar Irma. Tapi tak ada seorangpun yang datang untuk makan.
“Hey, kalian sedang apa sih? Apa nggak ada yang mau makan?” tanyaku jengkel.
“Ada!” kembali hanya jawaban yang kudengar dari kamar Irma.
Aku mendekat ke kamar Irma dan ternyata pintunya sedikit terbuka. Saat aku menengok kedalam, kulihat para gadis dengan berbagai posisi tanpa pakaian. Kudorong pintunya agar lebih terbuka.
“Apa yang kalian lakukan?”
“Sedang menunggu Papa.” Eva menjawab dan mendekat lalu menarik tanganku agar masuk.
“Kami membiarkan Papa minggu kemarin, tapi akhir pekan ini Papa tak akan dapat lolos dengan mudah.”
“Sudah Papa bilang. Mama kalian akan membunuhku!” tangkisku.
“Tidak, aku tak akan melakukannya!” kudengar suara isteriku saat kulihat dia mengangkat kepalanya di antara paha Irma.
“Gadis-gadis ini menginginkanmu! Bisa apa aku menolak mereka?”
Eva menarik tanganku ke tengah kamar. Baru kemudian aku sadar kalau dia tak mengenakan selembar benangpun. Kupandangi tubuhnya. Apa yang kusaksikan ini jauh lebih baik dari yang kubayangkan. Payudaranya besar tapi kencang dengan putingnya yang menunggu untuk segera dihisap.
“Bisa apa aku menolak mereka?” pikirku saat aku rendahkan tubuhku dan mulai menghisap puting itu.
Kurasakan puting Eva membesar dalam mulutku, lalu kutaruh diantara gigiku dan mulai menggigitnya pelan.
Saat aku sedang sibuk dengan itu kurasakan ada tangan yang menarik turun resletingku. Lalu tangan itu merogoh kedalam celana dalamku dan mengeluarkan penisku. Aku melihat ke bawah dan kudapati Ami sedang mengarahkan penisku ke mulutnya dan segera saja dihisapnya. Kutelusuri lekuk tubuh Irma dengan tanganku sampai pada vaginanya yang tak berambut, dan menyelipkan jariku padanya. Dapat kurasakan kehangatan dalam vaginanya dan basah saat jariki kutekankan masuk dengan pelan. Aku berusah untuk mendorongnya lebih dalam lagi, tapi terasa ada yang menahan gerakanku. Eva memandangku..
“Ya, Eva masih perawan, dan jari Papa adalah benda pertama yang memasuki vagina Eva. Eva harap penis Papalah yang kedua.” aku membungkuk dan mencium Eva, bibir kami seakan melebur bersama, sebuah ciuman yang sempurna.
Sementara itu, Ami masih mengoralku. Usahanya jelas berdampak padaku. Aku melihat kebawah, kepalanya bergerak maju mundur pada batang penisku. Aku tak ingin mengeluarkan sperma pertamaku dalam mulut Ami sedangkan ada pilihan lainnya. Vagina perawan Eva dihadapanku. Maka kukeluarkan penisku dari mulut Ami.
“Kita dapat melanjutkannya nanti.” kataku padanya.
Kudorong Eva ke tempat tidur, menindihnya dengan lembut. Kucium dia lagi lalu ciumanku bergerak ke sekujur tubuh telanjangnya. Kujilati lehernya, dan kutinggalkan bekas disana agar dia mengingat kejadian indah ini nantinya. Kemudian aku bergerak ke dadanya, menghisapi putingnya. Ini mengakibatkan beberapa lenguhan keluar dari mulutnya. Saat kugigit lembut putingnya dan punggungnya terangkat sedikit keatas karena terkejut. Lalu turun ke perutnya hingga akhirnya bermuara pada vaginanya yang tak berambut.
Kupandangi sejenak lalu kubenamkan hidungku pada celahnya. Aroma yang keluar dari vaginanya semakin membuatku mabuk. Saat kugantikan hidungku dengan lidah, akibatnya jadi jauh lebih baik lagi. Saat ujung lidahku merasakan untuk pertama kalinya hampir saja membuatku orgasme! Eva telah basah dan siap untuk aksi selanjutnya. Penisku membesar dan keras hanya dengan membayangkan apa yang segera menantiku didepan wajahku ini.
Ciumanku bergerak keatas dan berlabuh dalam lumatan bibirnya lagi seiring dengan kepala penisku yang menguak beranda keperawanannya. Eva mengalungkan lengannya dileherku dan menjepit pinggangku dengan kakinya saat aku berusaha untuk memasukinya lebih dalam lagi. Dapat kurasakan kehangatan yang menyambut kepala penisku. Aku tak dapat menahannya lebih lama. Eva sangat panas, basah dan rapat!
Pelan namun pasti kutingkatkan tekananku pada vaginanya. Dapat kurasakan bibirnya melebar menyambutku, ke-basahannya mengundangku masuk. Kehangatan vaginanya membungkus kepala penisku saat aku menyeruak masuk. Aku terus menekan kedalam dengan pelan meskipun aku ingin segera melesakkannya kedalam dengan cepat seluruh batang penisku. Akhirnya dapat kurasakan dinding keperawanannya, batas akhirnya sebagai seorang gadis untuk menjadi seorang wanita seutuhnya. Kupandangi dia tepat di mata.
“Sayang, ini akan sedikit sakit, tapi Papa janji sakitnya hanya sebentar saja.” kurasakan kakinya menjepit pinggangku lebih rapat saat aku merobek pertahanan akhirnya. Akhirnya jebol juga dinding itu.
“Aargh! Gila! Sakit, Pa!” katanya dengan mata yang berkaca-kaca. Vaginanya mencengkeram batang penisku, ototnya bereaksi pada penyusup dan rasa sakit.
“Tenang sayang, sakitnya akan segera hilang.” dan kuteruskan menekan ke dalam sampai akhirnya terbenam semua di dalamnya. Aku diam sejenak, membiarkannya untuk beradaptasi.
“Gimana? Udah baikan?” tanyaku. Dia anggukkan kepalanya.
“Aku hanya merasa penuh, rasanya aneh. Tapi juga terasa enak berbarengan.”
Aku mulai menarik dengan pelan, hanya beberapa inchi, dan kemudian mendorongnya lagi dengan lembut.
Aku khawatir menyakitinya, tapi dalam waktu yang sama aku tak ingin segera menembakkan spermaku. Aku ingin menikmati rasa vaginanya selama mungkin. Kurasa dia mulai dapat menikmatinya, kepalanya mendongak ke atas dan matanya terpejam.
Kupercepat kocokanku, menariknya hampir keluar dan menekannya masuk kembali dengan pelan, menikmati rasa sempit vaginanya pada penisku. Eva mulai memutar pinggulnya seiring hentakanku. Tempo dan nafsu kami semakin meningkat cepat. Kurendahkan tubuhku dan mencium lehernya dan bahunya. Tiap gerakan tubuh kami mengantarku semakin dekat pada batas akhir.
“Ya Pa! Ya! Rasanya Eva hampir sampai!”
“Papa juga sayang!” Dan kulesakkan ke dalamnya untuk yang terakhir kali. Menekan berlawanan arah dengannya mencoba sedalam mungkin saat kuledakkan sperma semprotan demi semprotan kedalam vaginanya. Dapat kurasakan cairan kami bercampur dan meleleh keluar dari vaginanya menuju ke buah zakarku.
Tubuh Eva bergetar di bawahku, tangan dan kakinya mendorongku merapat padanya. Pelan kutarik dan kudorong lagi semakin dalam padanya saat persediaan spermaku akhirnya benar-benar kosong. Kutatap matanya lalu menciumnya.
“Eva, ini adalah seks terbaik yang pernah Papa dapatkan.” aku lupa kalau kami tak sendirian dikamar ini.
“Aku dengar itu!” kata isteriku.
“Kita akan lihat apa kita bisa mengubah anggapanmu itu!”
Dengan para gadis-gadis itu dalam kamar ini, aku sadar ‘kesenanganku’ baru saja akan dimulai.
Aku dan istriku tak pernah memiliki apa yang anda biasa sebut dengan kehidupan seks yang menarik. Saat kami melakukan seks, biasanya hanya dalam posisi yang wajar saja. Irama kehidupan seks kami yang boleh kukatakan membosankan itulah, aku mulai berfantasi tentang ‘hal dan orang lain’. Untuk bahan fantasiku, aku membiasakan menonton film porno di malam hari setelah semua orang di rumah tidur.
Yang mengejutkanku, kebanyakan film porno itu selalu melibatkan seorang gadis muda. Dalam usia kepala tiga, aku tak pernah memikirkan wanita yang lebih muda sampai aku menyaksikan film-film itu. Aku sadar kalau ternyata gadis-gadis muda sangatlah panas.
Hal lain yang menarik perhatianku adalah kenyataan kalau permainan lesbian sangat populer. Aku mulai tertarik dengan gadis muda yang mencumbui vagina gadis muda lainnya yang lembut, basah, dan biasanya tak berambut.
Melihat film-film itu untuk berfantasi mulai mengubah kehidupanku. Aku mempunyai tiga orang anak gadis yang beranjak remaja. Aku mulai memperhatikan mereka, kulihat cara mereka berpakaian, cara jalannya, dan segala tingkah laku mereka. Mereka menjadi obsesiku sendiri! Kuamati lebih detil saat mereka bangun pagi untuk melihat putingnya yang mengeras di balik pakaian tidur mereka. Kunikmati puting mereka yang terayun saat mereka berjalan-jalan dalam rumah. Aku terus mengamati mereka sampai semuanya beranjak menjadi seorang gadis muda yang sempurna.
Yang tertua adalah Irma. Dia mempunyai puting yang paling besar, branya mungkin D-cup atau lebih besar. Dia sesungguhnya tak terlalu cantik, tapi enak dipandang. Aku yakin teman-teman cowoknya banyak yang memperhatikan dadanya. Irma juga mempunya pantat yang kencang dan besar. Tapi meskipun dia yang paling tua di antara saudara-saudaranya, dia sering bertingkah seperti gadis berusia separuh umurnya.
Yang paling muda Tia. Tia mungkin yang paling cantik di antara ketiganya. Masalahnya adalah dia pemalas, hanya duduk dan tak mengerjakan apa pun sepanjang waktu. Jadi pantatnya menjadi melebar..? Putingnya baru mulai tumbuh. Dan di samping itu dia tomboy, aku jadi mempertanyakan jenis kelaminnya. Dia lebih suka berada di antara cowok daripada cewek.
Eva yang di tengah, di antara anak-anakku, bentuk tubuhnya lah yang terbagus. Bagiku, dia mempunyai tubuh dalam fantasiku. Dia memiliki tubuh yang sempurna dengan bra B-cupnya, atau C-cup kecil. Rambutnya yang panjang hingga melewati bahunya, dan matanya selalu nampak mempesona. Masalahnya dia yang paling bandel. Selalu membuat masalah. Dia juga sadar kalau dia punya tubuh yang bagus dan selalu memakai pakaian yang memperlihatkan hal itu. Di antara anak-anakku, Eva lah yang jadi bahan fantasi utamaku. Setiap kali aku menyetubuhi istriku, Eva lah yang ada dalam benakku!
Kisah ini bermula dengan Irma dan temannya Cindy. Cindy setahun lebih muda, tapi mereka sangat akrab. Cindy selalu menginap di rumah kami setidaknya sekali sebulan. Cindy sangat kurus, dadanya kecil, tapi sangat manis.
Suatu malam saat Cindy menginap, aku mulai melihat film porno seperti biasa. Suaranya kumatikan jadi aku dapat mendengar kalau ada orang yang mendekat. Lagipula aku dengar suara berisik dari kamar Irma. Kupikir mereka sedang sibuk dengan urusan gadis remaja dan begadang sampai pagi ngomongin tentang cowok dan sekolah, atau apapun yang menjadi urusan gadis seusia mereka. Entah bagaimana suara yang kudengar tak lagi seperti orang yang sedang ngobrol. Kadang kudengar suara erangan.. Yang lama-lama cukup keras juga.
Aku mendekat ke pintu kamar Irma dan lebih mendengarkan apa yang tengah terjadi. Dan benar! Itu suara erangan dan cukup berisik! Kalau saja pintunya tak tertutup pasti kedengaran sampai luar dengan jelas. Lalu aku dengar teriakan kenikmatan.
Kudorong pintunya sedikit terbuka. Apa yang kulihat didalam sangat mengejutkanku. Cindy dan Irma berbaring di lantai dengan Tia diantara mereka. Kepala Cindy berada diantara paha Irma dan kepala Tia ada di sela paha Irma..
Setelah mataku dapat menyesuaikan dengan kegelapan kamar itu, kulihat dada Irma bergerak naik turun dengan cepat karena nafasnya. Putingnya ternyata lebih besar dari yang kubayangkan. Tangannya memelintir putingnya sendiri saat Cindy menjilati kelentitnya dan dua jarinya yang terbenam pada vagina Irma. Mata Irma terpejam dalam kenikmatan yang diberikan Cindy.
Aku terus memperhatikan mereka hingga paha Irma mencengkeram kepala Cindy dan terlihat sepertinya dia akan ‘memecahkan’ putingnya sendiri saat dia mendapatkan orgasmenya pada wajah Cindy. Kelihatannya Cindy juga telah orgasme dalam waktu yang sama, karena dia mengangkatkan kepalanya dari paha Irma dengan cairan vagina yang menetes jatuh di pipinya seiring dengan tubuhnya yang mengejang dan kudengar sebuah umpatan keluar dari bibirnya. Aku terkejut mundur saat kurasakan ada tubuh yang menekan punggungku. Saat kutengok, kulihat Eva sedang berdiri di depanku. Eva memandangku dengan mata indahnya dan bertanya..
“Apa Papa menikmatinya?” lalu dia melihat ke bawah dan meremas penisku yang sudah keras.
“Tak perlu dijawab, aku bisa lihat dan rasa Papa menikmatinya.”
“Kenapa Papa tak lepas saja celana Papa dan bergabung dengan kami?” tanyanya bersamaan dengan tangannya yang bergerak masuk dalam celanaku dan mulai meremas penisku dengan pelan.
Dan sepertinya aku tak menginginkan hal lain selain ikut bergabung dengan anak-anakku, tapi..
“Papa nggak bisa, Mama kalian akan membunuh Papa.” Aku dengar suara Irma saat aku mulai menjauhi mereka.
“Papa nggak tahu apa yang Papa lewatkan!”
Sedihnya, aku tahu apa yang telah kulewatkan. Aku telah melewatkan kesempatan untuk mendapatkan tak hanya satu, tapi empat gadis muda yang panas. Fantasiku hampir saja jadi nyata.
Aku pergi ke kamarku dan berbaring disamping isteriku. Biasanya saat aku dan isteriku melakukan hubungan seks terasa hambar. Kali ini saat aku merangkak ke atas tubuhnya, kusetubuhi dia dengan keras dan cepat. Aku keluar dalam beberapa menit saja, baru saja kukeluarkan penisku..
“Bagaimana denganku?” kudengar isteriku bertanya dan memegang penisku yang masih keras.
Dia bergerak naik di atasku dan segera memasukkan kembali penisku dalam vaginanya. Ini pertama kalinya dia berinisiatif. Dan kupikir ini juga pertama kalinya dia di atas. Isteriku bergerak naik turun dan dapat kurasakan tangannya yang mempermainkan kelentitnya saat dia bergerak diatasku.
Melihat isteriku yang berusaha meraih orgasmenya membuatku terangsang kembali. Kuremas payudarnya, kubayangkan yang berada dalam genggamanku adalah milik Irma. Kupelintir putingnya diantara jariku, keras dan lebih keras lagi, tak mungkin menghentikan aku. Dia menggelinjang kegelian, tangannya semakin menekan kelentitnya. Ini pertama kalinya kurasakan cairan vagina isteriku menyemprot padaku. Orgasmenya kali ini terhebat dari yang pernah didapatkannya. Aku jadi berpikir apa dia benar-benar puas dengan kehidupan seks kami sebelumnya.
Isteriku mulai melemah. Aku belum keluar kali ini, jadi kugulingkan tubuhnya kesamping dan segera menindihnya. Langsung kuhisap putingnya dengan bernafsu. Kusetubuhi dia dengan kekuatan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku mulai merasakan orgasmeku akan segera meledak. Saat puncakku semakin dekat, kugigit putingnya sedikit lebih keras, yang membawanya pada orgasmenya. Dan saat kurasakan dinding vaginanya berkontraksi pada penisku, kutembakkan spermaku jauh didalam tubuhnya untuk kedua kalinya dalam tiga puluh menit ini. Kuturunkan tubuhku dari atasnya.
“Tadi sungguh hebat” kata isteriku.
“Seharusnya kamu lebih sering seperti tadi.”
Saat aku bangun keesokan harinya, isteriku sudah tak ada di sampingku. Tiba-tiba kejadian tadi malam kembali terbayang. Kupejamkan mataku menikmatinya dan tanganku bergerak kebawah mulai mengocok penisku yang mengeras. Aku hampir saja mendapatkan orgasmeku saat kudengar..
“Kenapa Papa tak membiarkan kami saja yang melakukan untuk Papa?”
Kubuka mataku segera dan terkejut saat melihat Irma dan Cindy berdiri di pintu kamarku. Orgasmeku tak dapat kucegah seiring dengan bayangan wajah Cindy yang belepotan dengan cairannya Irma yang melintas di benakku.
“Ups, terlambat!” kata Irma saat mereka meninggalkan kamar.
Aku langsung bangkit dan segera mandi. Aku hampir selesai mandi saat tiba-tiba isteriku membuka pintu kamar mandi dan menyelinap masuk.
“Anak-anak sudah pergi. Ayo bersenang-senang.”
Isteriku berjongkok di depanku dan memasukkan penisku yang masih loyo ke mulutnya. Penisku mulai membesar dalam mulutnya karena rangsangan lidahnya yang bergerak liar. Penisku makin membesar dan kurasakan kepala penisku meluncur masuk ke tenggorokannya. Dia tak menariknya keluar dan bibirnya semakin ditekankan ke rambut kemaluanku. Lalu kurasakan dia mulai menelan, gerakan tenggorokannya serasa ombak hangat yang basah pada penisku. Dan hal ini pertama kalinya bagi kami juga. Rasanya sungguh dahsyat, sesuatu yang belum pernah kualami. Isteriku mempunyai keahlian yang disembunyikan dariku.
Pelan-pelan dikeluarkannya penisku dari tenggorokannya lalu dimasukkannya lagi seluruhnya. Dia menatapku dengan penisku yang terkubur dalam mulutnya dan dengan pelan dikeluarkannya lagi.
“Kamu menyukainya sayang?” tanyanya.
Sebelum aku dapat menjawabnya dia melakukan hal itu lagi, menelanku seluruhnya. Dia mulai menggerakkanya keluar masuk dalam mulutnya, dan tetap memandangku saat dia melakukan itu. Isteriku mulai menaikkan temponya hingga aku tak dapat menahannya lebih lama lagi saat tiba-tiba dia berhenti..
“Hei, hei, tunggu dulu bung. Belum waktunya. Lubangku yang lain perlu dimasuki, tahu.” katanya.
Isteriku berdiri dan berputar. Dia membungkuk di depanku, merapatkan pantatnya padaku. Penisku terjepit di lubang anusnya maka kuarahkan pada vaginanya.
“Siapa suruh mengalihkan senjatamu?” tanyanya.
“Kembalikan ke tempat semula!”
Dia meraihnya dan lalu mengembalikan penisku ke anusnya, sesuatu yang pernah kulakukan sebelumnya, tapi tidak dengannya. Pelan-pelan dia mendorong pantatnya ke belakang. Kulihat barangku jadi bengkok karena tekanan itu, kepala penisku mulai membelah lubang anusnya, tapi belum masuk. Kemudian tiba-tiba masuk begitu saja, hanya kepalanya saja.
Dia mengerang. Lalu, dia terus menekan ke belakang dan memperhatikan aku memasukkan batang penisku seluruhnya. Aku tak dapat menolak rangsangan ini, kuraih pinggangnya dan mendorong lebih keras lagi untuk memastikan aku telah memasukinya seutuhnya. Kuputar pinggangku, memastikan dia dapat merasakan setiap mili senjataku didalamnya, aku terpukau akan pemandangan penisku yang terkubur dalam lubang anusnya. Lalu perlahan aku bergerak mundur.
Saat hampir seluruhnya keluar kemudian kutekan lagi ke depan. Berikutnya aku benar-benar keluarkan penisku dan menggodanya, mengoleskan kepalanya saja pada lubang anusnya. Lalu benar-benar kusingkirkan menjauh dan melesakkan batang penisku kembali kedalam lubang anusnya. Aku bergerak maju mundur dengan cepat. Pelan, cepat, pelan dan keras. Tak terlalu lama orgasmeku mulai naik. Dia pasti dapat merasakannya karena dia mulai memainkan tangannya pada vaginanya, berusaha untuk meraih orgasmenya sendiri. Untung saja dia mendapatkannya sebelum aku.
Saat kurasakan orgasmenya segera meledak, aku bergerak semakin liar. Pantatnya bergoyang dalam setiap hentakan. Dia mulai mengerang dengan keras seiring hentakanku terhadapnya. Tak kuhentikan gerakanku saat orgasme merengkuhnya, milikku segera datang! Kudorong diriku sejauh yang kubisa dan membiarkan spermaku bersarang dalam lubang anusnya. Isteriku berteriak saat orgasme datang padanya secara berkesinambungan seiring ledakan spermaku yang kuberikan padanya. Akhirnya, aku selesai, tapi dia mendapatkan orgasme sekali lagi saat kepala penisku keluar dari jepitan lubang anusnya.
Isteriku membersihkan tubuhku lalu mendorongku keluar dari kamar mandi. Aku melangkah ke kamar kami dan berganti pakaian. Baru saja aku selesai memakai pakaian saat isteriku keluar dari kamar mandi dan muncul dalam kamar.
“Tadi benar-benar indah” katanya.
“Mungkin kita harus mengulanginya lagi nanti. Sekarang keluarlah dan nonton TV.”
Anak-anakku, tanpa Cindy pulang tak lama kemudian. Semuanya bertingkah normal. Aku lihat pertandingan bola, dan mereka melakukan apa yang biasa mereka kerjakan di hari Minggu sore.
Sisa seminggu itu normal-normal saja. Gadis-gadis pergi ke sekolah dan Isteriku pergi kerja seperti biasanya. Tak ada seorangpun yang bicara atau menanyakan tentang kejadian minggu lalu. Isteriku terlalu letih tiap malamnya sepulang dia kerja. Anak-anakku juga bersikap seperti tak pernah terjadi apapun. Aku jadi mulai berpikir apakah itu hanya khayalanku atau aku bermimpi tentang itu?
Saat aku pulang kerja di hari Jum’at, anak-anaku meminta ijinku apa temannya boleh menginap nanti malam. Cindy ingin meghabiskan kembali akhir minggunya bersama kami dan Eva ingin temannya Ami bermalam juga. Aku suka Ami. Dia anggun. Kalau saja aku masih remaja, aku pasti akan mengajaknya kencan. Dia, seperti Eva, memiliki sosok sempurna. Bedanya Ami memiliki wajah yang dapat membuatnya dengan mudah jadi seorang model kalau dia mau.
Malam harinya semuanya pergi tidur lebih awal. Mereka benar-benar ingin lepas dari rutinitas hariannya, baik itu sekolah atau kerja. Saat kami bangun hari Sabtunya, semua orang memintaku untuk mengadakan pesta kebun. Maka, isteriku maengajak mereka semua pergi ke toko untuk belanja. Aku beristirahat sejenak kemudian pergi mandi. Ada kerjaan menungguku saat mereka pulang nanti.
Saat mereka akhirnya pulang, sepertinya mereka memborong semua barang-barang di toko. Aku bilang pada mereka kalau hanya aku saja yang memasak pasti tak akan selesai. Bisa kacau jadinya. Akhirnya mereka bersedia berbagi tugas. Dengan semua belanjaan yang mereka borong, memerlukan hampir dua jam untuk memasaknya. Badanku bau asap dan terasa sangat letih. Saat aku masuk kedalam rumah, tak ada seorangpun di ruang keluarga ataupun dapur.
“Hey! Dimana kalian?” teriakku, “Saatnya makan!”
“Ya!” kudengar jawaban dari kamar Irma. Tapi tak ada seorangpun yang datang untuk makan.
“Hey, kalian sedang apa sih? Apa nggak ada yang mau makan?” tanyaku jengkel.
“Ada!” kembali hanya jawaban yang kudengar dari kamar Irma.
Aku mendekat ke kamar Irma dan ternyata pintunya sedikit terbuka. Saat aku menengok kedalam, kulihat para gadis dengan berbagai posisi tanpa pakaian. Kudorong pintunya agar lebih terbuka.
“Apa yang kalian lakukan?”
“Sedang menunggu Papa.” Eva menjawab dan mendekat lalu menarik tanganku agar masuk.
“Kami membiarkan Papa minggu kemarin, tapi akhir pekan ini Papa tak akan dapat lolos dengan mudah.”
“Sudah Papa bilang. Mama kalian akan membunuhku!” tangkisku.
“Tidak, aku tak akan melakukannya!” kudengar suara isteriku saat kulihat dia mengangkat kepalanya di antara paha Irma.
“Gadis-gadis ini menginginkanmu! Bisa apa aku menolak mereka?”
Eva menarik tanganku ke tengah kamar. Baru kemudian aku sadar kalau dia tak mengenakan selembar benangpun. Kupandangi tubuhnya. Apa yang kusaksikan ini jauh lebih baik dari yang kubayangkan. Payudaranya besar tapi kencang dengan putingnya yang menunggu untuk segera dihisap.
“Bisa apa aku menolak mereka?” pikirku saat aku rendahkan tubuhku dan mulai menghisap puting itu.
Kurasakan puting Eva membesar dalam mulutku, lalu kutaruh diantara gigiku dan mulai menggigitnya pelan.
Saat aku sedang sibuk dengan itu kurasakan ada tangan yang menarik turun resletingku. Lalu tangan itu merogoh kedalam celana dalamku dan mengeluarkan penisku. Aku melihat ke bawah dan kudapati Ami sedang mengarahkan penisku ke mulutnya dan segera saja dihisapnya. Kutelusuri lekuk tubuh Irma dengan tanganku sampai pada vaginanya yang tak berambut, dan menyelipkan jariku padanya. Dapat kurasakan kehangatan dalam vaginanya dan basah saat jariki kutekankan masuk dengan pelan. Aku berusah untuk mendorongnya lebih dalam lagi, tapi terasa ada yang menahan gerakanku. Eva memandangku..
“Ya, Eva masih perawan, dan jari Papa adalah benda pertama yang memasuki vagina Eva. Eva harap penis Papalah yang kedua.” aku membungkuk dan mencium Eva, bibir kami seakan melebur bersama, sebuah ciuman yang sempurna.
Sementara itu, Ami masih mengoralku. Usahanya jelas berdampak padaku. Aku melihat kebawah, kepalanya bergerak maju mundur pada batang penisku. Aku tak ingin mengeluarkan sperma pertamaku dalam mulut Ami sedangkan ada pilihan lainnya. Vagina perawan Eva dihadapanku. Maka kukeluarkan penisku dari mulut Ami.
“Kita dapat melanjutkannya nanti.” kataku padanya.
Kudorong Eva ke tempat tidur, menindihnya dengan lembut. Kucium dia lagi lalu ciumanku bergerak ke sekujur tubuh telanjangnya. Kujilati lehernya, dan kutinggalkan bekas disana agar dia mengingat kejadian indah ini nantinya. Kemudian aku bergerak ke dadanya, menghisapi putingnya. Ini mengakibatkan beberapa lenguhan keluar dari mulutnya. Saat kugigit lembut putingnya dan punggungnya terangkat sedikit keatas karena terkejut. Lalu turun ke perutnya hingga akhirnya bermuara pada vaginanya yang tak berambut.
Kupandangi sejenak lalu kubenamkan hidungku pada celahnya. Aroma yang keluar dari vaginanya semakin membuatku mabuk. Saat kugantikan hidungku dengan lidah, akibatnya jadi jauh lebih baik lagi. Saat ujung lidahku merasakan untuk pertama kalinya hampir saja membuatku orgasme! Eva telah basah dan siap untuk aksi selanjutnya. Penisku membesar dan keras hanya dengan membayangkan apa yang segera menantiku didepan wajahku ini.
Ciumanku bergerak keatas dan berlabuh dalam lumatan bibirnya lagi seiring dengan kepala penisku yang menguak beranda keperawanannya. Eva mengalungkan lengannya dileherku dan menjepit pinggangku dengan kakinya saat aku berusaha untuk memasukinya lebih dalam lagi. Dapat kurasakan kehangatan yang menyambut kepala penisku. Aku tak dapat menahannya lebih lama. Eva sangat panas, basah dan rapat!
Pelan namun pasti kutingkatkan tekananku pada vaginanya. Dapat kurasakan bibirnya melebar menyambutku, ke-basahannya mengundangku masuk. Kehangatan vaginanya membungkus kepala penisku saat aku menyeruak masuk. Aku terus menekan kedalam dengan pelan meskipun aku ingin segera melesakkannya kedalam dengan cepat seluruh batang penisku. Akhirnya dapat kurasakan dinding keperawanannya, batas akhirnya sebagai seorang gadis untuk menjadi seorang wanita seutuhnya. Kupandangi dia tepat di mata.
“Sayang, ini akan sedikit sakit, tapi Papa janji sakitnya hanya sebentar saja.” kurasakan kakinya menjepit pinggangku lebih rapat saat aku merobek pertahanan akhirnya. Akhirnya jebol juga dinding itu.
“Aargh! Gila! Sakit, Pa!” katanya dengan mata yang berkaca-kaca. Vaginanya mencengkeram batang penisku, ototnya bereaksi pada penyusup dan rasa sakit.
“Tenang sayang, sakitnya akan segera hilang.” dan kuteruskan menekan ke dalam sampai akhirnya terbenam semua di dalamnya. Aku diam sejenak, membiarkannya untuk beradaptasi.
“Gimana? Udah baikan?” tanyaku. Dia anggukkan kepalanya.
“Aku hanya merasa penuh, rasanya aneh. Tapi juga terasa enak berbarengan.”
Aku mulai menarik dengan pelan, hanya beberapa inchi, dan kemudian mendorongnya lagi dengan lembut.
Aku khawatir menyakitinya, tapi dalam waktu yang sama aku tak ingin segera menembakkan spermaku. Aku ingin menikmati rasa vaginanya selama mungkin. Kurasa dia mulai dapat menikmatinya, kepalanya mendongak ke atas dan matanya terpejam.
Kupercepat kocokanku, menariknya hampir keluar dan menekannya masuk kembali dengan pelan, menikmati rasa sempit vaginanya pada penisku. Eva mulai memutar pinggulnya seiring hentakanku. Tempo dan nafsu kami semakin meningkat cepat. Kurendahkan tubuhku dan mencium lehernya dan bahunya. Tiap gerakan tubuh kami mengantarku semakin dekat pada batas akhir.
“Ya Pa! Ya! Rasanya Eva hampir sampai!”
“Papa juga sayang!” Dan kulesakkan ke dalamnya untuk yang terakhir kali. Menekan berlawanan arah dengannya mencoba sedalam mungkin saat kuledakkan sperma semprotan demi semprotan kedalam vaginanya. Dapat kurasakan cairan kami bercampur dan meleleh keluar dari vaginanya menuju ke buah zakarku.
Tubuh Eva bergetar di bawahku, tangan dan kakinya mendorongku merapat padanya. Pelan kutarik dan kudorong lagi semakin dalam padanya saat persediaan spermaku akhirnya benar-benar kosong. Kutatap matanya lalu menciumnya.
“Eva, ini adalah seks terbaik yang pernah Papa dapatkan.” aku lupa kalau kami tak sendirian dikamar ini.
“Aku dengar itu!” kata isteriku.
“Kita akan lihat apa kita bisa mengubah anggapanmu itu!”
Dengan para gadis-gadis itu dalam kamar ini, aku sadar ‘kesenanganku’ baru saja akan dimulai.
CERITA SEKS FANTASI SEKS SUAMIKU YG GILA
CERITA SEKS FANTASI SEKS SUAMIKU YG GILA
Cerita Seks Dewasa - Keadaan di rumah jadi berubah setelah sebuah pertanyaan terlontar darinya di malam itu. Aku dan Riri telah menikah selama 21 tahun, kami mempunyai seorang anak lelaki, Angga. Riri adalah seorang ibu rumah tangga dan sejauh yang kutahu dia selalu setia. Waktu itu kami sedang membaca di atas tempat tidur untuk menghabiskan malam, saat dia menanyakan pertanyaan yang tak terpikirkan itu. "Apa kamu pernah menyetubuhi ibu kandungmu?"
"Pernah apa?" aku bereaksi dengan terkejut.
"Kamu mendengarnya." lanjutnya.
"Waktu kamu muda dan masih ikut orang tua, pernahkah kamu bersetubuh dengan ibu kandungmu?"
"Pertanyaan seperti apa itu?" tanyaku.
"Ini bukan pertanyaan mengada-ada.. Kenyataannya itu hal yang kerap terjadi, cuma orang-orang tak mau membicarakannya. Saat kamu muda aku dapat mengerti jika kamu menyimpan rahasia seperti itu, jadi ayahmu tak mengetahuinya, tapi itu sudah berlalu dan kupikir kamu dapat menceritakannya pada isterimu sekarang, kan?" tanyanya.
"Tidak, aku tak pernah melakukannya
dengan ibuku. Dan aku yakin itu hal yang tabu dan melanggar hukum." aku menegaskan. Isteriku terdiam. "Yah, jadi itu tak layak dan kemarin aku dengar 90% orang yang menikah mengakui pernah melakukannya." jawabnya.
"Jadi, aku harap perkawinan kita salah satu dari yang 1% itu." kataku. Riri memejamkan matanya dan tersenyum. "Jadi kamu setidaknya mempunyai fantasi untuk melakukannya kan?" tanyanya.
"Tidak, aku tak pernah membayangkannya, demi Tuhan dia adalah ibu kandungku!" aku berteriak. Isteriku menggelengkan kepalanya. "Pembohong." katanya.
"Sebagian besar remaja berfantasi untuk menyetubuhi ibunya, ini kenyataan yang umum. Kamu berfantasi untuk menyetubuhi ibumu seperti halnya Angga yang berfantasi untuk menyetubuhiku."
"Riri, itu gila, bagaimana kamu dapat beranggapan seperti itu terhadap anakmu sendiri?" tanyaku.
"Karena itulah kenyataannya.. Angga tak berbeda dengan remaja lain seumurannya yang bermimpi tentang apa yang ada di antara paha ibu mereka saat ayah mereka pergi kerja. Itu benar-benar alami." katanya.
"Kamu tak tahu tentang hal itu." kataku.
"Sayang, percayalah padaku, aku adalah ibunya dan seorang ibu tahu hal-hal seperti itu." katanya.
"Oh, ayolah Ri, kamu bertingkah sepertinya kamu tahu apa yang anak- anak pikirkan." kataku.
"Seorang ibu biasanya tahu lebih dari apa yang kamu kira." katanya.
"Oh, benarkah, jadi apa yang kamu tahu tentang Angga yang tak kumengerti?" tanyaku jengkel.
"Aku tahu kalau dia bermasturbasi tiga kali sehari, kadang empat kali. Dia berfantasi sedang menggesekkan penisnya di antara pahaku. Dia mengambil keranjang cucianku saat aku dan kamu sedang pergi dan senang menghirup dan menghisapi celana dalamku yang kotor. Dia juga senang dengan wanita yang berdada besar, terutama yang sedang hamil.. Apa kamu mau tahu lebih banyak lagi?" tanyanya. Aku terdiam oleh perkataannya. "Bagaimana kamu tahu semua itu?" tanyaku. Riri tersenyum puas.
"Seorang ibu mempunyai caranya sendiri." jawabnya
"Yakin kamu tak membicarakan dengannya tentang hal ini?" tanyaku di cerita seks dewasa. "Sayang, segera setelah kamu pergi kerja dan melakukan pekerjaan hingga tak begitu memperhatikan Angga dan aku, seorang ibu dan anak
mempunyai dunianya sendiri di sini di rumah, yang tak harus diperhatikan oleh seorang anak." katanya.
"Riri, kamu dan Angga tidak.." aku tak dapat menyelesaikan.
"Bersetubuh?" dia berkata dengan tersenyum.
"Jika aku menyetubuhi anakku sendiri, artinya aku sangat menarik baginya. Itu bukan topik yang akan dibicarakan seorang isteri pada suaminya." Aku mulai merasakan darahku bergolak.
"Riri, tolong katakan padaku, ya atau tidak. Apa kamu dan Angga telah melakukannya?" aku mendesaknya. Seiring wajahku memerah, isteriku tertawa dan menjulurkan jarinya ke wajahku dengan lembut. "Sayang, kamu membuat hal ini jadi rumit. Ini sangat mengganggumu ya?"
dia bertanya sambil menahan tawanya.
"Aku hanya berpikir kalau aku berhak untuk tahu!" kataku.
"Tidak, kamu tidak perlu mengetahuinya. Sayang, aku mencintaimu, sebagai ayah dan suami, tapi tidak ada tempat di antara hubungan antara seorang ibu dan anaknya. Apa yang terjadi di rumah ini
saat kamu pergi bukanlah urusanmu dan tak perlu perhatianmu. Kalau seorang ibu dan anaknya di rumah ini bersetubuh, maka kamu tak berbeda dengan ayah yang lainnya dan tak akan pernah tahu tentang itu." katanya. Dia memberiku sebuah senyuman hangat.
"Kamu sudah capek dan kamu punya hari yang sibuk besok. Tidurlah sekarang." katanya. Malam itu aku tak benar-benar bisa tertidur. Pagi harinya, aku bangun seperti biasa dan Riri menyiapkan sarapan untukku dan mengantarku sampai pintu depan. Dia memakai baju terusan yang membuat payudaranya begitu terlihat indah menantang. Aku lihat Angga turun dari tangga dengan mengenakan celana pendek. "Dia bangun lebih awal." kataku.
"Ya, aku bilang padanya dia bisa bantu ibunya mengecat kuku dan mencuci baju yang kotor." dia berkata sambil meringis. Perutku melilit.
"Jadi apalagi yang kalian kerjakan hari ini?" tanyaku curiga.
"Oh, aku yakin kami akan menemukan sesuatu yang bisa mempererat hubungan kami." jawabnya sambil tersenyum lebar.
"Lebih baik kamu segera berangkat, sayang. Kamu nanti bisa terlambat lho." Aku berjalan keluar dengan membanting pintu. Waktu aku berjalan ke mobil, aku dengar isteriku mengunci pintu di belakangku dan berpikir dunia macam apa yang telah dibuat isteriku bersama Angga saat aku tak ada. Tanpa sadar, penisku terasa mengeras dari balik celanaku. Sial, seharusnya aku lebih dekat dengan ibuku! Seharian itu aku tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan. Otakku dibakar oleh beribu pertanyaan. Apakah isteriku dan anakku yang berumur 18 tahun berbuat gila? Akhirnya, siangnya aku ambil telepon dan memutar nomor rumahku agar aku bisa tahu dengan jelas apa yang mereka kerjakan di dunianya. Setelah cukup lama tak ada yang mengangkat, akhirnya terdengar suara isteriku di sana. "Hh.. Halo.." Dia berkata. Aku dapat mendengarnya bernafas dengan susah.
"Halo sayang, ini aku." jawabku. Terdengar suara ganjil berulang- ulang di belakang, seperti suara kulit yang beradu dengan kulit. "Sayang, a.. aku tak bis.." dia mencoba bernafas dengan susah.
"Aku tak bisa bicara sekarang, telepon aku lagi saja nanti." lanjutnya. KLIK!! Dia tutup teeponnya. Perutku tiba-tiba saja jadi terasa mulas. Aku tak pernah membayangkan isteriku akan berselingkuh, apalagi dengan anak kami yang masih remaja. Mungkinkah itu? Aku pulang kerja lebih awal hari itu. Aku ingin mengadakan penyelidikan. Aku harus yakin. Aku lalui jalan hanya untuk melihat isteri dan anakku yang keluar dari jalan dengan minivan isteriku. Aku ikuti mereka ke mall pada sisi lain kota ini. Dengan mengendap, aku masuki mall itu dan mengikuti mereka dari belakang. Aku terkejut saat melihat mereka berjalan bergandengan tangan dengan mesra, layaknya sepasang kekasih yang sedang belanja. Tingkah
laku isteriku seperti seorang gadis remaja saja. Aku mengikuti isteri dan anakku yang berkeliling di seluruh mall ini, bergandengan tangan seperti remaja yang sedang kasmaran. Paling tidak, dia sudak tak muda lagi, umurnya sudah 38 tahun dan sudah menikah dan yang satunya anak muda yang baru berumur 18 tahun. Walaupun begitu, isteriku dapat mengimbanginya. Dia tak pernah semesra itu denganku, tapi benar- benar lain dengan anakku. Aku jadi lebih terkejut lagi saat mereka duduk berdua di bangku itu. Lengan isteriku melingkar di pundaknya, membelai mesra rambutnya. Bibirnya mendekat, membisikkan padanya sesuatu yang dapat kukira hanyalah cumbuan tentang seks. Aku tak mahir dalam hal membaca gerak bibir, tapi sungguh jelas sekali kalau yang keluar kebanyakan hanyalah 'bersetubuh, penis dan vagina' dari mulut isteriku. Kalau itu belumlah cukup, isteriku melepaskan sandalnya dan menggerakkan kakinya pada betis anakku. Setiap sekali gerakan disertai dengan tiupan dan ciuman ringan di leher anakku. Mereka meninggalkan mall dan aku memastikan kalau aku akan mengikuti mereka pulang, tapi mereka tidak pulang. Isteriku mengendarai mobilnya membawa mereka keluar kota sampai ke hutan. Dia berhenti di jalanan yang sedikit berlumpur dan itu membuatku terperanjat saat mengetahui kemana dia akan membawanya. Mereka akan pergi ke bagian rahasia di hutan ini, tempat dimana aku dan isteriku biasanya berkencan dulu. Tahu tepatnya tempat itu, aku parkirkan mobilku dan melanjutkan membuntuti mereka dengan berjalan kaki. Lima belas menit kemudian aku menemukan van isteriku terparkir di bawah semak-semak. Aku juga melihat mereka tak mau menyia- nyiakan waktu sedikit pun. Jendela mobil tertutup rapat dan van itu terlihat bergoncang-goncang. Aku mendekat dan segera saja telingaku menangkap erangan-erangan mesum mereka. "Oh, ya.. Lebih keras, sayang, setubuhi ibumu dengan benar!" isteriku merajuk.
"Oh Tuhan, tekan!! Kerjai vaginaku, sayang!!" dia berteriak.
"Hahh, dorong penis besarmu lebih dalam lagi.. Oouuhh!!" lanjutnya. Dan bila kata-kata tak senonoh itu belumlah cukup, selang beberapa menit kemudian, "Oh, rasanya sungguh nikmat dikerjai oleh pria jantan. Ya, begitu, lebih keras lagi.. Leb.. Bih dallaam!! Oh Tuhan aku keluar!! Aku keluar!!" Aku tak mampu menerimanya lagi. Yang dapat kulakukan hanya berbalik kemudian lari. Aku lari secepat yang kubisa menuju ke mobilku. Aku masih dapat mendengar isteriku menjerit dan mengerang, suaranya bergema dalam kepalaku. Aku nyalakan mobilku, hatiku mendidih, air mataku keluar. Aku menyetir dengan gila.. Dalam perjalanan pulangku, bayangan tentang anakku yang berada di antara paha isteriku menghantui aku. Apa yang harus kuperbuat? Malam itu aku dan isteriku berbaring berdampingan di ranjang perkawinan kami. Dia memegang sebuah majalah dan berpura-pura membacanya. Tak lama kemudian dia meletakkan majalah itu dan menatapku. "Sayang, ada sesuatu yang harus kuceritakan padamu." katanya.
"Apa?" tanyaku, bersiap untuk hal terburuk, setidaknya dalam hal ini tak ada yang akan mengejutkanku.
"Aku hamil." dia berkata dengan senyuman mengembang. Tak sekali pun dalam setahun belakangan ini aku menggauli istriku tanpa kondom. Dia tahu itu, aku tahu itu, dan dia pasti juga tahu bahwa aku mengetahuinya. "Ini bukan bayiku, kan?" tanyaku. Senyumnya hampir menyerupai seringai.
"Tidak." jawabnya.
"Angga?" kejarku. Istriku menjadi serius. "Sebelum kamu pergi, biarkan aku mengingatkanmu kalau ayahku adalah seorang pengacara dan jika kamu menceraikanku, kamu tahu bahwa Angga dan aku akan mendapatkan ini semua, segalanya, dan kamu tak mendapatkan apa pun." ancamnya
"Sudah berapa lama kalian berdua melakukan ini?" aku bertanya.
"Kamu tidak perlu tahu itu. Yang harus
kamu ketahui sekarang adalah bahwa
Angga dan aku telah memutuskan ada hal-hal yang perlu diubah." katanya.
"Seperti apa?" tanyaku dengan marah.
"Yah, pertama, kami akan mempertahankan bayi ini dan ya, ini memang bayiku dengan Angga." jelasnya.
"Yang kedua, Angga akan pindah ke kamar ini dan berbagi tempat tidur denganku, dan sebaliknya mulai sekarang kamu tidur di tempat tidurnya Angga." lanjutnya. Aku hanya bisa menahan amarah. "Dan yang ketiga, kalau kamu menolak, aku dan Angga akan pindah
dan mengontrak sebuah rumah bersama dan menuntut uang cerai darimu." katanya memojokkanku.
"Ini gila, kamu adalah istriku.."
"Ya, dan kamu suamiku, dan akan tetap seperti itu, tapi suami sebenarnya dan kekasihku sekarang adalah Angga. Dan kami memutuskan bahwa kamu harus tetap bekerja seperti biasanya sedangkan Angga dan aku akan tinggal di rumah membuat bayi, kami juga sudah memutuskan ingin mempunyai tiga orang anak lagi." katanya.
"Kamu katakan padaku kalau aku bahkan tidak boleh tidur denganmu, isteriku sendiri?" tanyaku tak percaya.
"Tidak, maaf. Angga dan aku yang akan tidur di ranjang ini mulai sekarang." Lalu dia memandang ke arah pintu.
"Angga, cintaku, apa kamu di sana?" panggilnya. Anakku masuk ke kamar dengan tas ransel berisi barang-barangnya. Dia memandang pada ibunya dan aku. "Maaf, Ayah." dia berkata dengan menyeringai.
"Sayang, kenapa kamu tidak pergi dan bersihkan dirimu sebelum naik ke ranjang." kata isteriku. Perutku jadi mulas. Isteriku menatapku tajam. "Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin sendirian dengan ayah dari anakku. Ambil barang-barangmu dan pergilah ke kamarmu." perintahnya.
"Sayang, tolonglah.. Kita bicarakan hal ini." aku memohon.
"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku minta maaf, Sayang, tapi sekarang kamu bukan lagi seorang kepala rumah tangga." katanya.
"Aku akan berusaha, aku bersumpah." ucapku putus asa.
"Jangan, Sayang! Kamu boleh berusaha semampumu tapi kamu tidak akan bisa menyamai bahkan hanya separuh dari Angga di atas ranjang. Kamu tak bisa memohon padaku, kamu tak memiliki stamina untuk itu. Suka atau tidak, kamu tidak memiliki barang yang cukup besar untuk pekerjaan itu.. Dan anakmu memilikinya." Serasa sebilah pisau yang merobek hati. Aku bangkit dari tempat tidur dan mengemasi barang-barangku. Angga keluar dari kamar mandi dan menempatkan dirinya di samping ibunya di ranjang. Dia berada di bawahnya dengan cepat, memeluknya erat hingga menekan payudaranya yang besar. "Inilah suami baruku. Kemari dan bercintalah dengan isterimu yang sedang hamil" katanya. Itu semua serasa mimpi buruk. Aku pandangi mereka berdua di balik selimut. Bisa kukatakan anakku sedang menempatkan dirinya di antara paha ibunya. Aku dapat mendengar mereka berciuman dengan hebatnya. Isteriku muncul dari balik selimut, memandangku. "Sayang, dapatkah kamu matikan lampu dan menutup pintunya saat kamu keluar?" pintanya. Aku hanya bisa mematuhinya. Malam itu aku rebah di tempat tidurku yang baru dengan mendengarkan teriakan-teriakan yang berasal dari kamar yang semula kutempati bersama isteriku. Erangan isteriku menggema di setiap sudut rumah. Semalaman itu aku dengar rangkaian rintihan tabu mereka. Isteri dan anakku sedang membuat bayi mereka
dan akan menamakannya seperti nama ayahnya. Tahun demi tahun berlalu dan mereka telah memiliki 3 anak, semuanya laki- laki. Seiring waktu berlalu, anak-anak itu tumbuh jadi remaja, Angga tua telah menemukan seorang wanita muda yang cantik dan atas seijin ibunya boleh dinikahinya. Kemudian Angga pindah dan meninggalkan anak-anaknya bersamaku dan ibunya. Dalam beberapa tahun kemudian aku kembali pada kehidupan rumah tanggaku semula, hingga pada suatu malam saat kami sedang rebahan di atas tempat tidur seperti biasa, terdengar ketukan di pintu dan Angga muda, yang sekarang juga telah berumur 18 tahun, berdiri di sana dengan tas ranselnya. Isteriku, yang sekarang berusia lima puluhan meletakkan majalahnya dan kembali menoleh padaku dengan tersenyum. "Kemasi barang-barangmu, sayang." katanya. Isteriku kembali menatap tajam padaku
Cerita Seks Dewasa - Keadaan di rumah jadi berubah setelah sebuah pertanyaan terlontar darinya di malam itu. Aku dan Riri telah menikah selama 21 tahun, kami mempunyai seorang anak lelaki, Angga. Riri adalah seorang ibu rumah tangga dan sejauh yang kutahu dia selalu setia. Waktu itu kami sedang membaca di atas tempat tidur untuk menghabiskan malam, saat dia menanyakan pertanyaan yang tak terpikirkan itu. "Apa kamu pernah menyetubuhi ibu kandungmu?"
"Pernah apa?" aku bereaksi dengan terkejut.
"Kamu mendengarnya." lanjutnya.
"Waktu kamu muda dan masih ikut orang tua, pernahkah kamu bersetubuh dengan ibu kandungmu?"
"Pertanyaan seperti apa itu?" tanyaku.
"Ini bukan pertanyaan mengada-ada.. Kenyataannya itu hal yang kerap terjadi, cuma orang-orang tak mau membicarakannya. Saat kamu muda aku dapat mengerti jika kamu menyimpan rahasia seperti itu, jadi ayahmu tak mengetahuinya, tapi itu sudah berlalu dan kupikir kamu dapat menceritakannya pada isterimu sekarang, kan?" tanyanya.
"Tidak, aku tak pernah melakukannya
dengan ibuku. Dan aku yakin itu hal yang tabu dan melanggar hukum." aku menegaskan. Isteriku terdiam. "Yah, jadi itu tak layak dan kemarin aku dengar 90% orang yang menikah mengakui pernah melakukannya." jawabnya.
"Jadi, aku harap perkawinan kita salah satu dari yang 1% itu." kataku. Riri memejamkan matanya dan tersenyum. "Jadi kamu setidaknya mempunyai fantasi untuk melakukannya kan?" tanyanya.
"Tidak, aku tak pernah membayangkannya, demi Tuhan dia adalah ibu kandungku!" aku berteriak. Isteriku menggelengkan kepalanya. "Pembohong." katanya.
"Sebagian besar remaja berfantasi untuk menyetubuhi ibunya, ini kenyataan yang umum. Kamu berfantasi untuk menyetubuhi ibumu seperti halnya Angga yang berfantasi untuk menyetubuhiku."
"Riri, itu gila, bagaimana kamu dapat beranggapan seperti itu terhadap anakmu sendiri?" tanyaku.
"Karena itulah kenyataannya.. Angga tak berbeda dengan remaja lain seumurannya yang bermimpi tentang apa yang ada di antara paha ibu mereka saat ayah mereka pergi kerja. Itu benar-benar alami." katanya.
"Kamu tak tahu tentang hal itu." kataku.
"Sayang, percayalah padaku, aku adalah ibunya dan seorang ibu tahu hal-hal seperti itu." katanya.
"Oh, ayolah Ri, kamu bertingkah sepertinya kamu tahu apa yang anak- anak pikirkan." kataku.
"Seorang ibu biasanya tahu lebih dari apa yang kamu kira." katanya.
"Oh, benarkah, jadi apa yang kamu tahu tentang Angga yang tak kumengerti?" tanyaku jengkel.
"Aku tahu kalau dia bermasturbasi tiga kali sehari, kadang empat kali. Dia berfantasi sedang menggesekkan penisnya di antara pahaku. Dia mengambil keranjang cucianku saat aku dan kamu sedang pergi dan senang menghirup dan menghisapi celana dalamku yang kotor. Dia juga senang dengan wanita yang berdada besar, terutama yang sedang hamil.. Apa kamu mau tahu lebih banyak lagi?" tanyanya. Aku terdiam oleh perkataannya. "Bagaimana kamu tahu semua itu?" tanyaku. Riri tersenyum puas.
"Seorang ibu mempunyai caranya sendiri." jawabnya
"Yakin kamu tak membicarakan dengannya tentang hal ini?" tanyaku di cerita seks dewasa. "Sayang, segera setelah kamu pergi kerja dan melakukan pekerjaan hingga tak begitu memperhatikan Angga dan aku, seorang ibu dan anak
mempunyai dunianya sendiri di sini di rumah, yang tak harus diperhatikan oleh seorang anak." katanya.
"Riri, kamu dan Angga tidak.." aku tak dapat menyelesaikan.
"Bersetubuh?" dia berkata dengan tersenyum.
"Jika aku menyetubuhi anakku sendiri, artinya aku sangat menarik baginya. Itu bukan topik yang akan dibicarakan seorang isteri pada suaminya." Aku mulai merasakan darahku bergolak.
"Riri, tolong katakan padaku, ya atau tidak. Apa kamu dan Angga telah melakukannya?" aku mendesaknya. Seiring wajahku memerah, isteriku tertawa dan menjulurkan jarinya ke wajahku dengan lembut. "Sayang, kamu membuat hal ini jadi rumit. Ini sangat mengganggumu ya?"
dia bertanya sambil menahan tawanya.
"Aku hanya berpikir kalau aku berhak untuk tahu!" kataku.
"Tidak, kamu tidak perlu mengetahuinya. Sayang, aku mencintaimu, sebagai ayah dan suami, tapi tidak ada tempat di antara hubungan antara seorang ibu dan anaknya. Apa yang terjadi di rumah ini
saat kamu pergi bukanlah urusanmu dan tak perlu perhatianmu. Kalau seorang ibu dan anaknya di rumah ini bersetubuh, maka kamu tak berbeda dengan ayah yang lainnya dan tak akan pernah tahu tentang itu." katanya. Dia memberiku sebuah senyuman hangat.
"Kamu sudah capek dan kamu punya hari yang sibuk besok. Tidurlah sekarang." katanya. Malam itu aku tak benar-benar bisa tertidur. Pagi harinya, aku bangun seperti biasa dan Riri menyiapkan sarapan untukku dan mengantarku sampai pintu depan. Dia memakai baju terusan yang membuat payudaranya begitu terlihat indah menantang. Aku lihat Angga turun dari tangga dengan mengenakan celana pendek. "Dia bangun lebih awal." kataku.
"Ya, aku bilang padanya dia bisa bantu ibunya mengecat kuku dan mencuci baju yang kotor." dia berkata sambil meringis. Perutku melilit.
"Jadi apalagi yang kalian kerjakan hari ini?" tanyaku curiga.
"Oh, aku yakin kami akan menemukan sesuatu yang bisa mempererat hubungan kami." jawabnya sambil tersenyum lebar.
"Lebih baik kamu segera berangkat, sayang. Kamu nanti bisa terlambat lho." Aku berjalan keluar dengan membanting pintu. Waktu aku berjalan ke mobil, aku dengar isteriku mengunci pintu di belakangku dan berpikir dunia macam apa yang telah dibuat isteriku bersama Angga saat aku tak ada. Tanpa sadar, penisku terasa mengeras dari balik celanaku. Sial, seharusnya aku lebih dekat dengan ibuku! Seharian itu aku tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan. Otakku dibakar oleh beribu pertanyaan. Apakah isteriku dan anakku yang berumur 18 tahun berbuat gila? Akhirnya, siangnya aku ambil telepon dan memutar nomor rumahku agar aku bisa tahu dengan jelas apa yang mereka kerjakan di dunianya. Setelah cukup lama tak ada yang mengangkat, akhirnya terdengar suara isteriku di sana. "Hh.. Halo.." Dia berkata. Aku dapat mendengarnya bernafas dengan susah.
"Halo sayang, ini aku." jawabku. Terdengar suara ganjil berulang- ulang di belakang, seperti suara kulit yang beradu dengan kulit. "Sayang, a.. aku tak bis.." dia mencoba bernafas dengan susah.
"Aku tak bisa bicara sekarang, telepon aku lagi saja nanti." lanjutnya. KLIK!! Dia tutup teeponnya. Perutku tiba-tiba saja jadi terasa mulas. Aku tak pernah membayangkan isteriku akan berselingkuh, apalagi dengan anak kami yang masih remaja. Mungkinkah itu? Aku pulang kerja lebih awal hari itu. Aku ingin mengadakan penyelidikan. Aku harus yakin. Aku lalui jalan hanya untuk melihat isteri dan anakku yang keluar dari jalan dengan minivan isteriku. Aku ikuti mereka ke mall pada sisi lain kota ini. Dengan mengendap, aku masuki mall itu dan mengikuti mereka dari belakang. Aku terkejut saat melihat mereka berjalan bergandengan tangan dengan mesra, layaknya sepasang kekasih yang sedang belanja. Tingkah
laku isteriku seperti seorang gadis remaja saja. Aku mengikuti isteri dan anakku yang berkeliling di seluruh mall ini, bergandengan tangan seperti remaja yang sedang kasmaran. Paling tidak, dia sudak tak muda lagi, umurnya sudah 38 tahun dan sudah menikah dan yang satunya anak muda yang baru berumur 18 tahun. Walaupun begitu, isteriku dapat mengimbanginya. Dia tak pernah semesra itu denganku, tapi benar- benar lain dengan anakku. Aku jadi lebih terkejut lagi saat mereka duduk berdua di bangku itu. Lengan isteriku melingkar di pundaknya, membelai mesra rambutnya. Bibirnya mendekat, membisikkan padanya sesuatu yang dapat kukira hanyalah cumbuan tentang seks. Aku tak mahir dalam hal membaca gerak bibir, tapi sungguh jelas sekali kalau yang keluar kebanyakan hanyalah 'bersetubuh, penis dan vagina' dari mulut isteriku. Kalau itu belumlah cukup, isteriku melepaskan sandalnya dan menggerakkan kakinya pada betis anakku. Setiap sekali gerakan disertai dengan tiupan dan ciuman ringan di leher anakku. Mereka meninggalkan mall dan aku memastikan kalau aku akan mengikuti mereka pulang, tapi mereka tidak pulang. Isteriku mengendarai mobilnya membawa mereka keluar kota sampai ke hutan. Dia berhenti di jalanan yang sedikit berlumpur dan itu membuatku terperanjat saat mengetahui kemana dia akan membawanya. Mereka akan pergi ke bagian rahasia di hutan ini, tempat dimana aku dan isteriku biasanya berkencan dulu. Tahu tepatnya tempat itu, aku parkirkan mobilku dan melanjutkan membuntuti mereka dengan berjalan kaki. Lima belas menit kemudian aku menemukan van isteriku terparkir di bawah semak-semak. Aku juga melihat mereka tak mau menyia- nyiakan waktu sedikit pun. Jendela mobil tertutup rapat dan van itu terlihat bergoncang-goncang. Aku mendekat dan segera saja telingaku menangkap erangan-erangan mesum mereka. "Oh, ya.. Lebih keras, sayang, setubuhi ibumu dengan benar!" isteriku merajuk.
"Oh Tuhan, tekan!! Kerjai vaginaku, sayang!!" dia berteriak.
"Hahh, dorong penis besarmu lebih dalam lagi.. Oouuhh!!" lanjutnya. Dan bila kata-kata tak senonoh itu belumlah cukup, selang beberapa menit kemudian, "Oh, rasanya sungguh nikmat dikerjai oleh pria jantan. Ya, begitu, lebih keras lagi.. Leb.. Bih dallaam!! Oh Tuhan aku keluar!! Aku keluar!!" Aku tak mampu menerimanya lagi. Yang dapat kulakukan hanya berbalik kemudian lari. Aku lari secepat yang kubisa menuju ke mobilku. Aku masih dapat mendengar isteriku menjerit dan mengerang, suaranya bergema dalam kepalaku. Aku nyalakan mobilku, hatiku mendidih, air mataku keluar. Aku menyetir dengan gila.. Dalam perjalanan pulangku, bayangan tentang anakku yang berada di antara paha isteriku menghantui aku. Apa yang harus kuperbuat? Malam itu aku dan isteriku berbaring berdampingan di ranjang perkawinan kami. Dia memegang sebuah majalah dan berpura-pura membacanya. Tak lama kemudian dia meletakkan majalah itu dan menatapku. "Sayang, ada sesuatu yang harus kuceritakan padamu." katanya.
"Apa?" tanyaku, bersiap untuk hal terburuk, setidaknya dalam hal ini tak ada yang akan mengejutkanku.
"Aku hamil." dia berkata dengan senyuman mengembang. Tak sekali pun dalam setahun belakangan ini aku menggauli istriku tanpa kondom. Dia tahu itu, aku tahu itu, dan dia pasti juga tahu bahwa aku mengetahuinya. "Ini bukan bayiku, kan?" tanyaku. Senyumnya hampir menyerupai seringai.
"Tidak." jawabnya.
"Angga?" kejarku. Istriku menjadi serius. "Sebelum kamu pergi, biarkan aku mengingatkanmu kalau ayahku adalah seorang pengacara dan jika kamu menceraikanku, kamu tahu bahwa Angga dan aku akan mendapatkan ini semua, segalanya, dan kamu tak mendapatkan apa pun." ancamnya
"Sudah berapa lama kalian berdua melakukan ini?" aku bertanya.
"Kamu tidak perlu tahu itu. Yang harus
kamu ketahui sekarang adalah bahwa
Angga dan aku telah memutuskan ada hal-hal yang perlu diubah." katanya.
"Seperti apa?" tanyaku dengan marah.
"Yah, pertama, kami akan mempertahankan bayi ini dan ya, ini memang bayiku dengan Angga." jelasnya.
"Yang kedua, Angga akan pindah ke kamar ini dan berbagi tempat tidur denganku, dan sebaliknya mulai sekarang kamu tidur di tempat tidurnya Angga." lanjutnya. Aku hanya bisa menahan amarah. "Dan yang ketiga, kalau kamu menolak, aku dan Angga akan pindah
dan mengontrak sebuah rumah bersama dan menuntut uang cerai darimu." katanya memojokkanku.
"Ini gila, kamu adalah istriku.."
"Ya, dan kamu suamiku, dan akan tetap seperti itu, tapi suami sebenarnya dan kekasihku sekarang adalah Angga. Dan kami memutuskan bahwa kamu harus tetap bekerja seperti biasanya sedangkan Angga dan aku akan tinggal di rumah membuat bayi, kami juga sudah memutuskan ingin mempunyai tiga orang anak lagi." katanya.
"Kamu katakan padaku kalau aku bahkan tidak boleh tidur denganmu, isteriku sendiri?" tanyaku tak percaya.
"Tidak, maaf. Angga dan aku yang akan tidur di ranjang ini mulai sekarang." Lalu dia memandang ke arah pintu.
"Angga, cintaku, apa kamu di sana?" panggilnya. Anakku masuk ke kamar dengan tas ransel berisi barang-barangnya. Dia memandang pada ibunya dan aku. "Maaf, Ayah." dia berkata dengan menyeringai.
"Sayang, kenapa kamu tidak pergi dan bersihkan dirimu sebelum naik ke ranjang." kata isteriku. Perutku jadi mulas. Isteriku menatapku tajam. "Kalau kamu tidak keberatan, aku ingin sendirian dengan ayah dari anakku. Ambil barang-barangmu dan pergilah ke kamarmu." perintahnya.
"Sayang, tolonglah.. Kita bicarakan hal ini." aku memohon.
"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku minta maaf, Sayang, tapi sekarang kamu bukan lagi seorang kepala rumah tangga." katanya.
"Aku akan berusaha, aku bersumpah." ucapku putus asa.
"Jangan, Sayang! Kamu boleh berusaha semampumu tapi kamu tidak akan bisa menyamai bahkan hanya separuh dari Angga di atas ranjang. Kamu tak bisa memohon padaku, kamu tak memiliki stamina untuk itu. Suka atau tidak, kamu tidak memiliki barang yang cukup besar untuk pekerjaan itu.. Dan anakmu memilikinya." Serasa sebilah pisau yang merobek hati. Aku bangkit dari tempat tidur dan mengemasi barang-barangku. Angga keluar dari kamar mandi dan menempatkan dirinya di samping ibunya di ranjang. Dia berada di bawahnya dengan cepat, memeluknya erat hingga menekan payudaranya yang besar. "Inilah suami baruku. Kemari dan bercintalah dengan isterimu yang sedang hamil" katanya. Itu semua serasa mimpi buruk. Aku pandangi mereka berdua di balik selimut. Bisa kukatakan anakku sedang menempatkan dirinya di antara paha ibunya. Aku dapat mendengar mereka berciuman dengan hebatnya. Isteriku muncul dari balik selimut, memandangku. "Sayang, dapatkah kamu matikan lampu dan menutup pintunya saat kamu keluar?" pintanya. Aku hanya bisa mematuhinya. Malam itu aku rebah di tempat tidurku yang baru dengan mendengarkan teriakan-teriakan yang berasal dari kamar yang semula kutempati bersama isteriku. Erangan isteriku menggema di setiap sudut rumah. Semalaman itu aku dengar rangkaian rintihan tabu mereka. Isteri dan anakku sedang membuat bayi mereka
dan akan menamakannya seperti nama ayahnya. Tahun demi tahun berlalu dan mereka telah memiliki 3 anak, semuanya laki- laki. Seiring waktu berlalu, anak-anak itu tumbuh jadi remaja, Angga tua telah menemukan seorang wanita muda yang cantik dan atas seijin ibunya boleh dinikahinya. Kemudian Angga pindah dan meninggalkan anak-anaknya bersamaku dan ibunya. Dalam beberapa tahun kemudian aku kembali pada kehidupan rumah tanggaku semula, hingga pada suatu malam saat kami sedang rebahan di atas tempat tidur seperti biasa, terdengar ketukan di pintu dan Angga muda, yang sekarang juga telah berumur 18 tahun, berdiri di sana dengan tas ranselnya. Isteriku, yang sekarang berusia lima puluhan meletakkan majalahnya dan kembali menoleh padaku dengan tersenyum. "Kemasi barang-barangmu, sayang." katanya. Isteriku kembali menatap tajam padaku
Cerita Dewasa : Suster Perawat Yang Nakal
Cerita Dewasa : Suster Perawat Yang Nakal
Saya adalah seorang Penjual alat-alat medis untuk keperluan rumah sakit. Saya memliki kisah yang terjadi tahun 2002 lalu. Kisah ini bermula saat saya mengangkat seorang pegawai baru yang bernama Angelina, dia adalah orang yang supel, ceria dan memliki kesabaran mendengarkan orang lain terutama bagi konsumen. Perawakannya Tinggi, putih dan matanya “nakal”, “Biarin” pikir saya, selama dia mampu menjualkan alat-alat medis perusahaan, dia tetap layak dipertahankan sebagai karyawan marketing yang digaji dengan baik.
Walaupun kadang melihat Angelina pengin banget ngerasain tubuhnya. tetapi saya tidak mau terlibat cinta dengan karyawati saya, apalagi Making Love, walaupun saya sendiri belum menikah, wibawa saya sebagai boss bisa luntur jadi bubur. Alkisah saya memesan alat USG dua minggu yang lalu, dan kini tibalah barang pesanan senilai 450 juta tersebut dihadapan saya. USG (Ultra Sonografi) 3 dimensi berwarna. Angelina tentu saja ikut terlibat dalam transaksi ini.
Siang itu setelah Angelina menjemput barang pesanan tersebut dari jasa courier, sekarang dua wujud menakjubkan itu ada di depan saya. Yang satu Angelina yang lain CKD-USG yang sangat istimewa itu.
Kenapa istimewa, karena kalau untuk USG bayi dalam kandungan, wajah bayi pun bisa nampak seperti foto, juga untuk USG alat-alat dalam yang lain, baik itu ginjal, jantung, pembuluh darah yang besar, maupun ovarium (=telur) dari seorang wanita.
Sempat saya telpon kepada Rumah Sakit pemesan bahwa barang pesanan mereka sudah datang, karena Direktur Medis sudah pulang. Saya telpon ke rumah beliau, dan beliau perintahkan untuk melakukan pengiriman barang jam 8 pagi besok di Rumah Sakit tempat beliau bekerja. Sambil dia pesan, agar barang yang diterima harus sudah siap dipakai dan dioperasikan.
“Mati !’ pikir saya, karena itu artinya hari ini juga saya harus merakitnya, karena alat medis elektronik yang mahal seperti ini, semua komponen dalam bentuk lepas (CKD = Completely Knock Down).
Akhirnya setelah menerima “perintah” dari pembeli, saya panggil bagian service yang Insinyur Elektro untuk mulai merangkai USG ini. Mulai sore tersebut, akhirnya dengan berdebar-debar, selesailah semua jam 12 malam. Angelina tentu saja tidak boleh pulang hingga malam tersebut, karena sebagai bagian Marketing diapun akan mendapat share keuntungan 5 % dari nilai transaksi ini. Selain melayani kami dengan membuatkan kopi.
Pak Sabastian, 10 tahun lebih tua dari saya yang merakit alat ini sudah nampak kelelahan dan ikut tegang ketika saya mulai menancapkan kabel listrik. “ON”…hiduplah alat mahal ini, kami bertiga termangu-mangu didepan alat ini, selain ini untuk pertama kalinya juga perusahaan kami mendapat pesanan alat ini, juga pertama kali Pak Sebastian merakit. Tinggal kami bertiga di ruang elektrik perusahaan, semua karyawan tentu sudah pulang dan terlelap dirumah masing-masing.
Kami bertiga takjub memandangi alat yang sudah hidup tersebut, nampaknya tidak ada trouble sedikitpun, “Ayo kita coba, kita hanya punya waktu 7 jam sebelum menyerahkan barang ini” suara saya memecah keheningan
“Saya, Pak !” Pak Sebastian langsung menyahut, selain dia sudah hapal alat-alat medis kedokteran, dia juga tahu kecanggihan alat ini dan pemeriksaan yang berharga 500.000 untuk setiap kali total USG seluruh tubuh.
Dengan bersemangat Pak Sebastian melepas bajunya dan tidur dimeja kerja bagian elektronik yang sebenarnya meja ping-pong..Mulailah saya jadi ahli USG dadakan, berbekal buku manual dan seingat-ingatnya pelajaran Anatomi, saya mulai memeriksanya dengan memberinya lubricant / pelincir agar prop USG yang besar ini bisa digeser dengan mudah di badan pak Sebastian. Dari Jantung, Lambung, Kantong Empedu, Pembuluh Darah dan Ginjal.Luar Biasa !, dari layar nampak persis seperti mata saya ada didalam badan Pak Sebastian. Saya dan Angelina tertawa ketika nampak adanya batu kecil di Ginjal sebelah kiri Pak Sebastian, Pak Sebastian langsung meringis kawatir. “Tenang saja Pak, masih kecil sekali, pakai obatpun saya harapkan bisa hilang”. “Saya gantian, Pak” Angelina ikut-ikutan muncul suaranya setelah takjub melihat percobaan saya pada pak Sebastian.
Saya mendadak bengong, selain ruang yang penuh dengan alat elektronik dan hanya ada meja pingpong ini, hanya ada Saya, Angelina dan Pak Sebastian. Saya memandang Pak Sebastian, nampaknya dia mengerti kejengahan saya, “Iya, pak dicoba saja pada Angelina, sekalian untuk dicoba untuk melihat telur dan rahim”, “Tapi.”kata saya. “Sudahlah pak, dicoba daripada nanti kita diklaim nanti saya yang repot” dia menyahut “Cobalah Pak, tidak usah sungkan, biar saya pamit pulang dulu” Pak Sebastian matanya nampak serius, tapi nampak diujung bibirnya senyum kecil, pengertian sekaligus menantang saya untuk “memeriksa” Angelina. “Pamit Pak !, saya pulang dulu” , Langsung dia ngeloyor pergi, mungkin kelelahan, mungkin tidak ingin mengganggu “acara” saya dengan Angelina.
Setelah Pak Sebastian tidak lagi di ruang, tinggal saya bersama Angelina, “Jadi, Pak ?” suara Angelina kembali muncul, saya hanya bisa mengangguk-angguk ‘Ya, silahkan”.
Tanpa ragu sedikitpun Angelina melepas kancing bajunya dan membaringkan diri di meja pingpong, nampak BH Krem dan sebagian payudara yang menyembul, kulit yang putih dan sangat bersih. Aduh…”My Dick” mendadak bangkit ditengah malam !.
Mulailah saya memberikan pelincir di perutnya yang putih dan kencang, “Hi-hi-hi, dingin, pak”. ketika pelincir menetes diperutnya. Saya periksa lambung dan ginjalnya, normal semuanya. Saya tidak berani memeriksanya lebih lanjut. “Pak, sekalian yang lain, mumpung gratis”. Saya mulai menggerakkan prop USG ke bagian tubuh atasnya, karena BHnya masih ditempat tentu saja saya tidak bisa mengarahkan prop tepat ke Jantungnya “Angelina, eh.eh.”..”Oh, ini Pak” Sambil memegang BHnya ” Sebentar, Pak” dengan gaya akrobat seorang wanita, BH Angelina sudah terlepas. Nampak payudara yang sangat indah di depan saya , puting yang kencang dan bagus , payudaranya walaupun tidak besar akan tetapi kencang, nampak kenyal dan sangat proporsional kiri dan kanan. Saya mulai mengarahkan prop USG ke arah Jantungnya dengan menggesernya dari daerah perut. Nampaknya Angelina menikmati geseran prop USG tersebut, kedua putingnya nampak mengeras menjulang. Lebih gila lagi malahan sekarang dia menutup kedua matanya, sambil berdesis pelan. Saya arahkan prop USG tepat di jantungnya, dengan pembesaran 200 X, saya mulai “membaca” ruang-ruang jantungnya. Karena saya mencoba menelusuri bagian kiri dan kanan jantung, tentu saja saya harus berulang-ulang menggeser prop USG, sambil mengatakan padanya apa yang saya baca dari layar monitor.
Tak pernah sekejappun Angelina membuka kedua matanya, sambil terus berdesis-desis pelan. “My Dick” sudah tidak tahan lagi, lihat keadaan seperti ini. Saat tangan kanan saya memegang dan menggeser prop USG, entah dari mana mendadak refleks tangan kiri meremas payudara kanan Angelina. Saya remas-remas dan memain-mainkan pelan payudaranya. Desis Angelina makin jelas kentara, “Terus.Pak”…”Terus Pak” Angelina berbisik…”Mana tahan” pikir saya. Sudah tidak ingat lagi antara boss dan karyawatinya. Saya letakkan prop USG tersebut, sekarang yang memeriksa jantungnya adalah tangan kanan saya di payudara kirinya. Saya isap-isap dan gigit-gigit pelan payudaranya. “Enak Pak.terus.terus” sambil tetap terus menutup mata..
Saya jilat-jilat dan ciumi perutnya, tangan kanan saya sekarang sudah berpindah ke arah selangkangannya yang masih terbalut rapi dengan rok. Saya elus-elus dengan halus selangkangannya, terasa lembab. “Eh.eh..eh.enak pak”…
Saya masukkan tangan saya kedalam roknya, teraba CD-nya, basah nian, kakinyapun tidak lagi sejajar seperti tadi, sekarang kakinya mementang lebar-lebar memberi kesempatan tangan saya untuk mengeksplorasi selangkangannya lebih lanjut. Saya tarik tepi CDnya, teraba vulvanya yang sudah basah, saya gosok pelan-pelan bibir dalam vaginanya. Lendir vaginanya mempermudah saya untuk menggosok-gosok jari tengah saya ke vaginanya, juga kelentitnya. “Ekh..ekh..ekh”..makin keras suara Angelina.
“Sebentar yaa”..mendadak saya bangkit, saya segera matikan USG dan lampu ruang elektronik yang terang benderang itu dengan segera. Saya lepas segera semua baju yang saya kenakan juga CD saya. Saya sudah tidak sabar lagi. Angelinapun juga tidak mau kalah, tanpa diperintahkan, langsung dia lepas semua baju, rok, dan CDnya. Dari remang-remang penerangan dari ruang sebelah sekarang nampaklah Angelina yang telanjang bulat dan menakjubkan. Bukit kewanitaannya dipayungi oleh rambut yang lebat, “Pantas, alisnyapun lebat” pikir saya. Kini saya langsung mengarahkan mulut saya ke vaginanya, karena lebatnya “hutan” kewanitaannya, saya terpaksa menggunakan kedua tangan saya untuk menyibak “hutan”nya. Gantian sekarang malah Angelina yang mengelus-ngelus dan memilin-milin payudaranya sendiri.
Memeknya berbau khas yang agak keras dan berasa asin, seperti keju belanda. Maklumlah, kami berdua tidak sempat mandi sejak pagi hari tadi. Tapi sudahlah mulut saya sudah dalam posisi itu. Saya jilat-jilat kelentitnya dan naik turun di bibir dalam vaginanya naik – turun. “Pak, masukin.pak” Angelina memohon. Tanpa perintah kedua, saya berdiri. Saya tarik tubuh Angelina ketepi meja pingpong, segera saya masukkan “tongkat naga” saya ke vaginanya. “Bless…” tanpa kesulitan saya masukkan “My Dick” saya, karena lendir di vagina Angelina sudah membanjir, selain posisi saya yang berdiri mempermudah hal itu. Saya pegang pinggulnya, saya tarik dan dorong tubuh Angelina, sesuai dengan arah laju pinggul saya yang maju mundur. “Ekh..ekh..ekh”.terus menerus suara Angelina terdengar keenakan. Setelah 10 menit mendadak tangan Angelina memegang sangat keras kedua tangan saya yang sedang memegang pinggulnya ‘Maaasssss..” Angelina menjerit tertahan…pada saat yang bersamaan, vagina Angelina berdenyut-denyut keras “My Dick” saya yang didalamnya seperti diremas-remas dengan lembut oleh vaginanya. Angelina orgasme hebat, pantatnya tidak lagi terletak dimeja pingpong tapi terangkat keras keatas. Rupanya dia sedang menikmati semaksimalnya orgasme dan keheningan sesaat yang timbul pada dirinya.
Setelah dia agak tenang, saya baru kembali memompanya, terasa agak kering sekarang vaginanya, habis lendirnya. “Sakit, mas..sakit, mas” dia mengeluh. “Tanggung” pikir saya. Segera saya ambil pelincir USG yang tergeletak dekat kami, saya olesi kepala “My Dick” saya dan juga vagina Angelina, segera saya masukkan kembali “My Dick” saya kedalam vaginanya, sekarang kembali licin seperti semula. “Terus. mas, enak”…saya tetap dalam posisi semula, sekarang dengan bekal sedikit pelincir diibu jari saya, saya bantu Angelina dengan menggosok-gosok kelentitnya. Kali ini, sungguh sulit saya orgasme, konsentrasi saya buyar total, setelah Angelina memanggil saya dengan sebutan “Mas”, aduh saya ini boss-nya. Tapi “what the hell, what will be, will be”. Kembali saya berusaha konsentrasi untuk mengeluarkan semua isi “My Dick” saya. Rupa-rupanya “perkosaan” saya dengan ibu jari kanan saya memakai pelincir di kelentitnya mengundang kembali orgasme Angelina. Sedangkan otak saya masih berperang antara “Mas dan Pak”.
“Tahan mas.tahan.saya mau keluar lagi”..dalam hitungan menit muncullah “Maaasss.masss..masss.” dan remasan lembut vagina Angelina yang berdenyut-denyut di “My Dick” saya. Angelina orgasme untuk kedua kalinya, tetapi tidak sehebat yang pertama, tangannya meremas keras tangan kiri saya, sedangkan tangan kanan saya masih aktif di kelentitnya. “Rugi, kalau saya tidak orgasme” pikir saya. Segera gantian saya menutup mata, konsentrasi penuh membayangkan vaginanya Sharon Stone. Saya percepat pompaan saya di selangkangannya.
“Akkkkhhhhhhhhhhh..” saya mendengus panjang, saya keluarkan semua isi “My Dick” saya kevaginanya, dan saya tanamkan sedalam-dalamnya “tongkat naga” saya..saya orgasme.
Saya tergeletak disamping Angelina, dua manusia telanjang bulat dengan vagina dan “My Dick” yang berleleran sperma.
Angelina memeluk saya , dijilat-jilat pelan telinga saya “Maaf ya mas, sejak tadi malam memang saya lagi “kepengin”” Angelina berbisik. “Puas mas ?, saya puas sekali”. Saya mengangguk.
“Ayo kita pulang” saya mengingatkan, jam sudah menunjukkan jam 2 malam. Segera kami berdiri dan merapikan baju, Angelina kekamar mandi membersihkan sisa-sisa sperma yang berleleran di vaginanya.
Saya sekarang sendirian di ruang elektronik, lampu sudah saya hidupkan kembali, sambil merokok dan menunggu Angelina kembali ke ruang ini, saya termangu-mangu. “Aduh, sekarang dia panggil saya Mas, padahal saya bossnya, belum lagi kalau dia hamil”.
Walaupun kadang melihat Angelina pengin banget ngerasain tubuhnya. tetapi saya tidak mau terlibat cinta dengan karyawati saya, apalagi Making Love, walaupun saya sendiri belum menikah, wibawa saya sebagai boss bisa luntur jadi bubur. Alkisah saya memesan alat USG dua minggu yang lalu, dan kini tibalah barang pesanan senilai 450 juta tersebut dihadapan saya. USG (Ultra Sonografi) 3 dimensi berwarna. Angelina tentu saja ikut terlibat dalam transaksi ini.
Siang itu setelah Angelina menjemput barang pesanan tersebut dari jasa courier, sekarang dua wujud menakjubkan itu ada di depan saya. Yang satu Angelina yang lain CKD-USG yang sangat istimewa itu.
Kenapa istimewa, karena kalau untuk USG bayi dalam kandungan, wajah bayi pun bisa nampak seperti foto, juga untuk USG alat-alat dalam yang lain, baik itu ginjal, jantung, pembuluh darah yang besar, maupun ovarium (=telur) dari seorang wanita.
Sempat saya telpon kepada Rumah Sakit pemesan bahwa barang pesanan mereka sudah datang, karena Direktur Medis sudah pulang. Saya telpon ke rumah beliau, dan beliau perintahkan untuk melakukan pengiriman barang jam 8 pagi besok di Rumah Sakit tempat beliau bekerja. Sambil dia pesan, agar barang yang diterima harus sudah siap dipakai dan dioperasikan.
“Mati !’ pikir saya, karena itu artinya hari ini juga saya harus merakitnya, karena alat medis elektronik yang mahal seperti ini, semua komponen dalam bentuk lepas (CKD = Completely Knock Down).
Akhirnya setelah menerima “perintah” dari pembeli, saya panggil bagian service yang Insinyur Elektro untuk mulai merangkai USG ini. Mulai sore tersebut, akhirnya dengan berdebar-debar, selesailah semua jam 12 malam. Angelina tentu saja tidak boleh pulang hingga malam tersebut, karena sebagai bagian Marketing diapun akan mendapat share keuntungan 5 % dari nilai transaksi ini. Selain melayani kami dengan membuatkan kopi.
Pak Sabastian, 10 tahun lebih tua dari saya yang merakit alat ini sudah nampak kelelahan dan ikut tegang ketika saya mulai menancapkan kabel listrik. “ON”…hiduplah alat mahal ini, kami bertiga termangu-mangu didepan alat ini, selain ini untuk pertama kalinya juga perusahaan kami mendapat pesanan alat ini, juga pertama kali Pak Sebastian merakit. Tinggal kami bertiga di ruang elektrik perusahaan, semua karyawan tentu sudah pulang dan terlelap dirumah masing-masing.
Kami bertiga takjub memandangi alat yang sudah hidup tersebut, nampaknya tidak ada trouble sedikitpun, “Ayo kita coba, kita hanya punya waktu 7 jam sebelum menyerahkan barang ini” suara saya memecah keheningan
“Saya, Pak !” Pak Sebastian langsung menyahut, selain dia sudah hapal alat-alat medis kedokteran, dia juga tahu kecanggihan alat ini dan pemeriksaan yang berharga 500.000 untuk setiap kali total USG seluruh tubuh.
Dengan bersemangat Pak Sebastian melepas bajunya dan tidur dimeja kerja bagian elektronik yang sebenarnya meja ping-pong..Mulailah saya jadi ahli USG dadakan, berbekal buku manual dan seingat-ingatnya pelajaran Anatomi, saya mulai memeriksanya dengan memberinya lubricant / pelincir agar prop USG yang besar ini bisa digeser dengan mudah di badan pak Sebastian. Dari Jantung, Lambung, Kantong Empedu, Pembuluh Darah dan Ginjal.Luar Biasa !, dari layar nampak persis seperti mata saya ada didalam badan Pak Sebastian. Saya dan Angelina tertawa ketika nampak adanya batu kecil di Ginjal sebelah kiri Pak Sebastian, Pak Sebastian langsung meringis kawatir. “Tenang saja Pak, masih kecil sekali, pakai obatpun saya harapkan bisa hilang”. “Saya gantian, Pak” Angelina ikut-ikutan muncul suaranya setelah takjub melihat percobaan saya pada pak Sebastian.
Saya mendadak bengong, selain ruang yang penuh dengan alat elektronik dan hanya ada meja pingpong ini, hanya ada Saya, Angelina dan Pak Sebastian. Saya memandang Pak Sebastian, nampaknya dia mengerti kejengahan saya, “Iya, pak dicoba saja pada Angelina, sekalian untuk dicoba untuk melihat telur dan rahim”, “Tapi.”kata saya. “Sudahlah pak, dicoba daripada nanti kita diklaim nanti saya yang repot” dia menyahut “Cobalah Pak, tidak usah sungkan, biar saya pamit pulang dulu” Pak Sebastian matanya nampak serius, tapi nampak diujung bibirnya senyum kecil, pengertian sekaligus menantang saya untuk “memeriksa” Angelina. “Pamit Pak !, saya pulang dulu” , Langsung dia ngeloyor pergi, mungkin kelelahan, mungkin tidak ingin mengganggu “acara” saya dengan Angelina.
Setelah Pak Sebastian tidak lagi di ruang, tinggal saya bersama Angelina, “Jadi, Pak ?” suara Angelina kembali muncul, saya hanya bisa mengangguk-angguk ‘Ya, silahkan”.
Tanpa ragu sedikitpun Angelina melepas kancing bajunya dan membaringkan diri di meja pingpong, nampak BH Krem dan sebagian payudara yang menyembul, kulit yang putih dan sangat bersih. Aduh…”My Dick” mendadak bangkit ditengah malam !.
Mulailah saya memberikan pelincir di perutnya yang putih dan kencang, “Hi-hi-hi, dingin, pak”. ketika pelincir menetes diperutnya. Saya periksa lambung dan ginjalnya, normal semuanya. Saya tidak berani memeriksanya lebih lanjut. “Pak, sekalian yang lain, mumpung gratis”. Saya mulai menggerakkan prop USG ke bagian tubuh atasnya, karena BHnya masih ditempat tentu saja saya tidak bisa mengarahkan prop tepat ke Jantungnya “Angelina, eh.eh.”..”Oh, ini Pak” Sambil memegang BHnya ” Sebentar, Pak” dengan gaya akrobat seorang wanita, BH Angelina sudah terlepas. Nampak payudara yang sangat indah di depan saya , puting yang kencang dan bagus , payudaranya walaupun tidak besar akan tetapi kencang, nampak kenyal dan sangat proporsional kiri dan kanan. Saya mulai mengarahkan prop USG ke arah Jantungnya dengan menggesernya dari daerah perut. Nampaknya Angelina menikmati geseran prop USG tersebut, kedua putingnya nampak mengeras menjulang. Lebih gila lagi malahan sekarang dia menutup kedua matanya, sambil berdesis pelan. Saya arahkan prop USG tepat di jantungnya, dengan pembesaran 200 X, saya mulai “membaca” ruang-ruang jantungnya. Karena saya mencoba menelusuri bagian kiri dan kanan jantung, tentu saja saya harus berulang-ulang menggeser prop USG, sambil mengatakan padanya apa yang saya baca dari layar monitor.
Tak pernah sekejappun Angelina membuka kedua matanya, sambil terus berdesis-desis pelan. “My Dick” sudah tidak tahan lagi, lihat keadaan seperti ini. Saat tangan kanan saya memegang dan menggeser prop USG, entah dari mana mendadak refleks tangan kiri meremas payudara kanan Angelina. Saya remas-remas dan memain-mainkan pelan payudaranya. Desis Angelina makin jelas kentara, “Terus.Pak”…”Terus Pak” Angelina berbisik…”Mana tahan” pikir saya. Sudah tidak ingat lagi antara boss dan karyawatinya. Saya letakkan prop USG tersebut, sekarang yang memeriksa jantungnya adalah tangan kanan saya di payudara kirinya. Saya isap-isap dan gigit-gigit pelan payudaranya. “Enak Pak.terus.terus” sambil tetap terus menutup mata..
Saya jilat-jilat dan ciumi perutnya, tangan kanan saya sekarang sudah berpindah ke arah selangkangannya yang masih terbalut rapi dengan rok. Saya elus-elus dengan halus selangkangannya, terasa lembab. “Eh.eh..eh.enak pak”…
Saya masukkan tangan saya kedalam roknya, teraba CD-nya, basah nian, kakinyapun tidak lagi sejajar seperti tadi, sekarang kakinya mementang lebar-lebar memberi kesempatan tangan saya untuk mengeksplorasi selangkangannya lebih lanjut. Saya tarik tepi CDnya, teraba vulvanya yang sudah basah, saya gosok pelan-pelan bibir dalam vaginanya. Lendir vaginanya mempermudah saya untuk menggosok-gosok jari tengah saya ke vaginanya, juga kelentitnya. “Ekh..ekh..ekh”..makin keras suara Angelina.
“Sebentar yaa”..mendadak saya bangkit, saya segera matikan USG dan lampu ruang elektronik yang terang benderang itu dengan segera. Saya lepas segera semua baju yang saya kenakan juga CD saya. Saya sudah tidak sabar lagi. Angelinapun juga tidak mau kalah, tanpa diperintahkan, langsung dia lepas semua baju, rok, dan CDnya. Dari remang-remang penerangan dari ruang sebelah sekarang nampaklah Angelina yang telanjang bulat dan menakjubkan. Bukit kewanitaannya dipayungi oleh rambut yang lebat, “Pantas, alisnyapun lebat” pikir saya. Kini saya langsung mengarahkan mulut saya ke vaginanya, karena lebatnya “hutan” kewanitaannya, saya terpaksa menggunakan kedua tangan saya untuk menyibak “hutan”nya. Gantian sekarang malah Angelina yang mengelus-ngelus dan memilin-milin payudaranya sendiri.
Memeknya berbau khas yang agak keras dan berasa asin, seperti keju belanda. Maklumlah, kami berdua tidak sempat mandi sejak pagi hari tadi. Tapi sudahlah mulut saya sudah dalam posisi itu. Saya jilat-jilat kelentitnya dan naik turun di bibir dalam vaginanya naik – turun. “Pak, masukin.pak” Angelina memohon. Tanpa perintah kedua, saya berdiri. Saya tarik tubuh Angelina ketepi meja pingpong, segera saya masukkan “tongkat naga” saya ke vaginanya. “Bless…” tanpa kesulitan saya masukkan “My Dick” saya, karena lendir di vagina Angelina sudah membanjir, selain posisi saya yang berdiri mempermudah hal itu. Saya pegang pinggulnya, saya tarik dan dorong tubuh Angelina, sesuai dengan arah laju pinggul saya yang maju mundur. “Ekh..ekh..ekh”.terus menerus suara Angelina terdengar keenakan. Setelah 10 menit mendadak tangan Angelina memegang sangat keras kedua tangan saya yang sedang memegang pinggulnya ‘Maaasssss..” Angelina menjerit tertahan…pada saat yang bersamaan, vagina Angelina berdenyut-denyut keras “My Dick” saya yang didalamnya seperti diremas-remas dengan lembut oleh vaginanya. Angelina orgasme hebat, pantatnya tidak lagi terletak dimeja pingpong tapi terangkat keras keatas. Rupanya dia sedang menikmati semaksimalnya orgasme dan keheningan sesaat yang timbul pada dirinya.
Setelah dia agak tenang, saya baru kembali memompanya, terasa agak kering sekarang vaginanya, habis lendirnya. “Sakit, mas..sakit, mas” dia mengeluh. “Tanggung” pikir saya. Segera saya ambil pelincir USG yang tergeletak dekat kami, saya olesi kepala “My Dick” saya dan juga vagina Angelina, segera saya masukkan kembali “My Dick” saya kedalam vaginanya, sekarang kembali licin seperti semula. “Terus. mas, enak”…saya tetap dalam posisi semula, sekarang dengan bekal sedikit pelincir diibu jari saya, saya bantu Angelina dengan menggosok-gosok kelentitnya. Kali ini, sungguh sulit saya orgasme, konsentrasi saya buyar total, setelah Angelina memanggil saya dengan sebutan “Mas”, aduh saya ini boss-nya. Tapi “what the hell, what will be, will be”. Kembali saya berusaha konsentrasi untuk mengeluarkan semua isi “My Dick” saya. Rupa-rupanya “perkosaan” saya dengan ibu jari kanan saya memakai pelincir di kelentitnya mengundang kembali orgasme Angelina. Sedangkan otak saya masih berperang antara “Mas dan Pak”.
“Tahan mas.tahan.saya mau keluar lagi”..dalam hitungan menit muncullah “Maaasss.masss..masss.” dan remasan lembut vagina Angelina yang berdenyut-denyut di “My Dick” saya. Angelina orgasme untuk kedua kalinya, tetapi tidak sehebat yang pertama, tangannya meremas keras tangan kiri saya, sedangkan tangan kanan saya masih aktif di kelentitnya. “Rugi, kalau saya tidak orgasme” pikir saya. Segera gantian saya menutup mata, konsentrasi penuh membayangkan vaginanya Sharon Stone. Saya percepat pompaan saya di selangkangannya.
“Akkkkhhhhhhhhhhh..” saya mendengus panjang, saya keluarkan semua isi “My Dick” saya kevaginanya, dan saya tanamkan sedalam-dalamnya “tongkat naga” saya..saya orgasme.
Saya tergeletak disamping Angelina, dua manusia telanjang bulat dengan vagina dan “My Dick” yang berleleran sperma.
Angelina memeluk saya , dijilat-jilat pelan telinga saya “Maaf ya mas, sejak tadi malam memang saya lagi “kepengin”” Angelina berbisik. “Puas mas ?, saya puas sekali”. Saya mengangguk.
“Ayo kita pulang” saya mengingatkan, jam sudah menunjukkan jam 2 malam. Segera kami berdiri dan merapikan baju, Angelina kekamar mandi membersihkan sisa-sisa sperma yang berleleran di vaginanya.
Saya sekarang sendirian di ruang elektronik, lampu sudah saya hidupkan kembali, sambil merokok dan menunggu Angelina kembali ke ruang ini, saya termangu-mangu. “Aduh, sekarang dia panggil saya Mas, padahal saya bossnya, belum lagi kalau dia hamil”.
Langganan:
Postingan (Atom)